Postingan

Menampilkan postingan dengan label Internet

Posting Terbaru

Mengenang Peristiwa yang Saya Alami di Desember Bertahun Lalu

Gambar
Saya pernah dibuli dengan hebat di Desember 2019, karena saat itu saya mempertanyakan kenapa setiap saya masuk mall, mendadak suaranya dikeraskan. Saat itu kebetulan natal, dan saya dianggap mengeluhkan lagu Natalnya, dan bukan suara yang dikeraskan. Dan karena saya berhijab, dinegara dimana orang berhijab seringkali dituduh sebagai intoleran oleh para Islamophobic, maka saya langsung difitnah besar besaran. Sungguh lucu di negara yang katanya penganut muslim terbesar, tapi seorang muslim tidak bisa sama sekali bersuara. Bahkan saat dilecehkan oleh operator. Kata rasis dan Islamophobic seperti Kadrun, bertebaran menghina hijab saya. Bahkan sampai sekarang banyak artikel penulis murahan, yang isinya menguliahi saya dengan penjelasan yang tidak masuk akal mengenai keluhan saya. Padahal penjelasannya sederhana saja, yang di cuitkan oleh satu netizen yang saya rephrase :  "Ada kode khusus dikalangan retail shop/mall, jika ada kejadian tertentu, seperti ada pengunjung yang diduga akan

Media Sosial Merusak Citra Hijabers

Gambar
Pixabay : silhouette-woman-hijab-sunset Baru-baru ini  saya melihat sebuah posting viral di twitter, yang menunjukkan video dimana beberapa petugas security sedang mengawasi seorang gadis di dalam sebuah gerai di Mall. Lalu sambil tertawa-tawa salah seorang security menyuruh temannya yang sedang memegang mouse untuk menzoom seorang gadis sampai terlihat belahan dadanya. Ini mengingatkan saya akan kejadian akhir tahun lalu, dimana saya didoxing habis-habisan setelah saya memprotes suara lagu yang diperkeras secara mendadak saat saya memasuki gerai tertentu dalam Mall. Kebetulan saat itu sedang Natal. Tidak kurang seorang pendukung terbesar Jokowi yang berinisial DS memimpin posting pertama dalam mempermalukan pernyataan saya, yang kemudian diikuti oleh banyak akun-akun ‘toleran’ termasuk satu akun penulis wanita yang saya kagumi. Mereka mendoxing saya dengan alasan saya intoleran, karena berani memprotes lagu Natal. Rizahariati Yang tidak mereka pedulikan adalah kenyataan

Benarkah SJW Pejuang Sosial untuk Rakyat?

Gambar
Pixabay/ Justice Akhir-akhir ini muncul orang-orang yang dengan bangga mengakui dirinya sebagai Social Justice Warrior atau SJW. Kata yang beberapa tahun ini dianggap rendah dan menyebalkan oleh banyak netizen. SJW pada awalnya memang merupakan sekelompok orang yang memperjuangkan keadilan dan kesetaraan bagi mereka yang tertindas. Juga memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi manusia dan lingkungannya. Gandhi dan Martir Luther king, Jr adalah satu diantara SJW dimasa lalu. Masa dimana SJW masih memiliki makna yang sangat positif. Orang banyak yang mengagumi perjuangan mereka, karena dizaman dahulu, menjadi SJW bisa jadi sangat berbahaya sekali. Karena penguasa dizaman dahulu kebanyakan sifatnya otoriter dan tidak terbatas. Sehingga SJW harus berkorban demi menyelamatkan umat manusia. Bisa jadi korban waktu, tenaga, pikiran, uang, bahkan nyawa direlakan. Namun dengan makin pesatnya penggunaan social media disekitar 2011 an, dimana banyak orang ingin berperan sebag

Teman Selalu "Pamer" di Facebook? Bisa Jadi Salah Anda Sendiri!

Gambar
Pixabay/Social Media Banyak orang mengeluh, kenapa temannya si A atau si B selalu pamer materi atau prestasi mereka di Facebook? Seharusnya mereka lebih tenggang rasa dong! Tidak baik bersikap sombong, serba pamer, sementara banyak yang masih kekurangan dibanding mereka. Banyak orang yang awalnya bahagia karena bertemu teman-teman lama di Facebook akhirnya malah jadi depresi. Menyaksikan posting demi posting teman-teman yang seolah menyindir kekurangan dirinya.   Yang single, merasa tertekan karena seolah-olah temannya terus memamerkan kebahagiaan perkawinannya. Yang belum punya anak menangis karena teman facebooknya seolah terus memamerkan bayinya. Yang belum banyak prestasi merasa kesal karena temannya memamerkan harta benda dan pencapaiannya. Atau ada juga yang merasa bosan, karena yang muncul di timelinenya posting yang itu-itu melulu. Padahal semua yang muncul di Facebook, hampir selalu merupakan cerminan dari aktivitas kita selama menggunakan internet. Algoritma Faceboo

Baik di Dunia Nyata, Bengis di Dunia Maya

Gambar
Pixabay/Bully Saya cukup tercenung melihat betapa sadisnya beberapa posting reaksi terhadap peristiwa penusukan terhadap seorang pejabat beberapa hari yang lalu. Terus terang, saya sendiri termasuk yang tidak langsung menerima kebenaran kejadian penusukan ini. Bahkan sempat berpikir bahwa ini settingan. Semata karena peristiwa ini sangat luar biasa dan jauh dari kenormalan pikiran saya. Jadi saya melihat bahwa reaksi tidak percaya itu adalah hal yang normal. Tapi lalu reaksi tidak percaya ini tereskalasi menjadi reaksi menghujat. Mulai dari orang-orang yang memuji sang penusuk, lalu menyayangkan kenapa pejabatnya tidak sekalian tewas, atau usulan cara pembunuhan yang lebih sadis. Sebaliknya saat sang Komentator kejam tertangkap dan mendapatkan hukuman, hujatan dari orang-orang tidak kalah kejamnya. Ada yang mengusulkan agar yang bersangkutan mati saja. Mencaci maki dan memfitnah dengan segala kata-kata kotor. Bahkan ada yang mengancam untuk membunuh. Dan caci maki yang terhad