Postingan

Posting Terbaru

Mengenang Peristiwa yang Saya Alami di Desember Bertahun Lalu

Gambar
Saya pernah dibuli dengan hebat di Desember 2019, karena saat itu saya mempertanyakan kenapa setiap saya masuk mall, mendadak suaranya dikeraskan. Saat itu kebetulan natal, dan saya dianggap mengeluhkan lagu Natalnya, dan bukan suara yang dikeraskan. Dan karena saya berhijab, dinegara dimana orang berhijab seringkali dituduh sebagai intoleran oleh para Islamophobic, maka saya langsung difitnah besar besaran. Sungguh lucu di negara yang katanya penganut muslim terbesar, tapi seorang muslim tidak bisa sama sekali bersuara. Bahkan saat dilecehkan oleh operator. Kata rasis dan Islamophobic seperti Kadrun, bertebaran menghina hijab saya. Bahkan sampai sekarang banyak artikel penulis murahan, yang isinya menguliahi saya dengan penjelasan yang tidak masuk akal mengenai keluhan saya. Padahal penjelasannya sederhana saja, yang di cuitkan oleh satu netizen yang saya rephrase :  "Ada kode khusus dikalangan retail shop/mall, jika ada kejadian tertentu, seperti ada pengunjung yang diduga akan

Mengusahakan Perdamaian lewat Manajemen Teror atas Kematian

Gambar
Pixabay/Peace Orang takut mati, setidaknya kebanyakan orang begitu. Sementara kematian itu adalah hal yang pasti datang pada setiap orang. Kapan saja, dimana saja dengan berbagai cara, kita semua pasti mati. Kalau kita tidak punya cara untuk mengelola rasa takut mati kita, hidup kita akan menjadi tidak karu-karuan. Saat makan, takut tersedak sampai mati. Saat pergi kerja, takut ditabrak mobil sampai mati. Bahkan tidurpun akan jadi menakutkan, bagaimana kalau sampai tidak bisa bangun lagi? Bagaimana kalau semuanya sudah aman tapi ternyata besok mendadak kiamat? Kita bagaikan diteror oleh kematian. Makhluk lain, selain manusia, tidak ada yang setakut kita terhadap kematian. Ini karena kita satu-satunya makhluk yang dianugerahi kemampuan untuk berpikir jauh kedepan. Yang meskipun sangat berguna untuk merancang masa depan kita, tapi terkadang menyusahkan jika kejauhan. Karenanya manusia berusaha memanage atau mengelola teror kematian ini melalui berbagai macam cara, sadar maupun

Benarkah SJW Pejuang Sosial untuk Rakyat?

Gambar
Pixabay/ Justice Akhir-akhir ini muncul orang-orang yang dengan bangga mengakui dirinya sebagai Social Justice Warrior atau SJW. Kata yang beberapa tahun ini dianggap rendah dan menyebalkan oleh banyak netizen. SJW pada awalnya memang merupakan sekelompok orang yang memperjuangkan keadilan dan kesetaraan bagi mereka yang tertindas. Juga memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi manusia dan lingkungannya. Gandhi dan Martir Luther king, Jr adalah satu diantara SJW dimasa lalu. Masa dimana SJW masih memiliki makna yang sangat positif. Orang banyak yang mengagumi perjuangan mereka, karena dizaman dahulu, menjadi SJW bisa jadi sangat berbahaya sekali. Karena penguasa dizaman dahulu kebanyakan sifatnya otoriter dan tidak terbatas. Sehingga SJW harus berkorban demi menyelamatkan umat manusia. Bisa jadi korban waktu, tenaga, pikiran, uang, bahkan nyawa direlakan. Namun dengan makin pesatnya penggunaan social media disekitar 2011 an, dimana banyak orang ingin berperan sebag

Dominasi Otak Kiri dan Kanan adalah Hoax!

Gambar
Pixabay/Brain Sudah lama memang hoaks menentukan karakter orang berdasarkan dominasi otak kiri dan kanan ini dibongkar. Tapi herannya masih banyak juga yang percaya, bahkan menjadikannya sebagai acuan untuk memilih jurusan sekolah, mencari pekerjaan bahkan memilih calon pasangan hidup! Memang dulu, dalam jangka waktu lama orang percaya bahwa orang yang dominan otak kirinya akan memiliki karakteristik logis, organisator yang baik, teratur, realistik dan rasional. Mereka yang didominasi oleh otak kiri adalah pemikir yang kritis meskipun kadang agak pelupa dan menyendiri. Bahkan dikatakan bahwa kebanyakan yang dominan otak kirinya adalah laki-laki. Sementara mereka yang didominasi otak kanan adalah perempuan. Dimana mereka kebanyakan impulsive, intuitif, lebih emosional, kreatif dan artistik. Selain itu mereka dianggap pandai bergaul sehingga punya kehidupan sosial yang lebih baik. Lalu ini dikaitkan dengan pilihan pekerjaan yang tepat untuk mereka yang dominan otak kanan dan o

Belajar Bahasa, Belajar Budaya

Gambar
Pixabay/Language Saya sangat hobi belajar bahasa. Saya pernah belajar bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, Perancis dan kelak ingin sekali belajar Bahasa arab. Meskipun sampai sekarang kemalasan saya membuat saya  hanya berhasil menguasai bahasa Inggris serta tahu sedikit kata dalam bahasa Mandarin dan Perancis, tapi tetap saja rasanya seru! Ada satu hal yang saya rasakan menarik saat mengamati orang-orang yang mempelajari bahasa asing sampai betul-betul fasih. Sikap mereka jadi terasa berbeda dengan orang-orang yang yang hanya menguasai satu bahasa saja. Ada orang yang mengatakan itu sebagai ' sok kebarat-baratan ' atau ' sok kearab-araban ' dan ' sombong '.  Tapi saat saya perhatikan lebih jauh, jarang sekali diantara mereka yang bermaksud sombong. Mereka hanya tanpa sengaja menyerap budaya yang berbeda, yang baru, saat mereka belajar bahasa yang berbeda. Ternyata Bahasa dan budaya hampir tidak bisa dipisahkan. Saat kita terpengaruh budaya tertentu, kita

Tanda-Tanda Rumah Berhantu

Gambar
Pixabay/Ghost *Hari Jum’at, waktunya bercanda-canda seram... Jangan dipercaya yaaa! Dalam Islam, muslim diwajibkan percaya pada hal-hal yang ghaib. Yang tidak bisa dibuktikan dengan logika. Termasuk juga urusan hantu ini. Meski muslim lebih mempercayainya sebagai Jin, bukan sebagai energi manusia yang tertinggal dibumi. Indonesia yang padat dengan penduduk berarti lumayan padat juga dengan Hantu. Tapi tidak perlu takut, kebanyakan hantu tidak mengganggu. Karena alam mereka dan kita memang diciptakan berbeda. Meski demikian, orang-orang yang dianugerahi (atau dikutuk?) dengan sensitivitas tinggi biasanya akan merasakan hal-hal yang berbeda. Hantu yang bisa dirasakan oleh manusia biasanya merupakan manusia yang sangat kuat energinya saat meninggal. Bisa jadi karena sangat marah atau sangat terkejut atau karena saat hidup menempa energinya sehingga jadi kuat. Juga hantu yang merupakan energi manusia atau hewan yang punya ikatan emosional yang sangat kuat dengan ora

Petapa Lajang yang Bahagia

Gambar
Pixabay/Happy Masyarakat Indonesia umumnya mencurigai orang yang suka menyendiri bagaikan Petapa. Apalagi Petapa Lajang. Mereka akan terus menerus dibuli, diolok-olok. Menjadi bahan tertawaan. Menjadi bahan gosip yang sedap. Menjadi tertuduh jika terjadi hal yang salah dilingkungan mereka. Menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi adalah hal yang sangat penting dalam tatanan hidup hampir semua budaya di Indonesia. Orang harus menyumbangkan waktu, energi, uang, dll untuk memajukan komunitas mereka. Mereka yang tidak hadir secara fisik alias suka menyendiri, dianggap egois. Karenanya meski sengsara dan merasakan energi mereka terkuras, para Petapa memaksakan diri keluar dari sarang-sarang dimana mereka merasa aman, dan bergabung dengan penuh kecanggungan dalam komunitas mereka. Dengan demikian orang bisa menganggap tidak ada orang yang ingin jadi Petapa. Petapa ini punya kecenderungan melajang. Terutama karena khawatir pasangannya kelak menginginkan kehidupan sosi

Beratnya Menjadi Genius Menanggung Overexcitability

Gambar
Pixabay/Genius Banyak orangtua yang berharap agar memiliki anak yang berbakat, genius dalam satu bidang. Bahkan saking kepinginnya, tidak sedikit orang tua yang berilusi bahwa anaknya adalah genius dalam bidang tertentu dan harus dihargai sepantasnya. Kadang ini membuat kesal guru-guru yang harus menghadapi ekpektasi berlebihan dari sang orang tua, karena sebetulnya anaknya biasa-biasa saja. Genius adalah mereka yang luar biasa berbakat dalam berpikir atau menciptakan sesuatu, sehingga anak genius diharapkan kelak akan mencapai kesuksesan besar, mengharumkan nama keluarga. Orang beranggapan bahwa menjadi genius itu enak, tidak seperti kita yang harus berusaha keras dalam mempelajari sesuatu, mereka yang genius dianggap akan mudah mempelajari apapun yang diperlukan untuk sukses dalam pendidikan. Mudah mendapatkan sederet gelar dan prestasi, lalu kelak akan menjadi orang yang sukses dalam kehidupan. Hal ini tidak sepenuhnya salah. Dalam penelitian sepanjang 45 tahun yang dilak