Posting Terbaru

Mengenang Peristiwa yang Saya Alami di Desember Bertahun Lalu

Gambar
Saya pernah dibuli dengan hebat di Desember 2019, karena saat itu saya mempertanyakan kenapa setiap saya masuk mall, mendadak suaranya dikeraskan. Saat itu kebetulan natal, dan saya dianggap mengeluhkan lagu Natalnya, dan bukan suara yang dikeraskan. Dan karena saya berhijab, dinegara dimana orang berhijab seringkali dituduh sebagai intoleran oleh para Islamophobic, maka saya langsung difitnah besar besaran. Sungguh lucu di negara yang katanya penganut muslim terbesar, tapi seorang muslim tidak bisa sama sekali bersuara. Bahkan saat dilecehkan oleh operator. Kata rasis dan Islamophobic seperti Kadrun, bertebaran menghina hijab saya. Bahkan sampai sekarang banyak artikel penulis murahan, yang isinya menguliahi saya dengan penjelasan yang tidak masuk akal mengenai keluhan saya. Padahal penjelasannya sederhana saja, yang di cuitkan oleh satu netizen yang saya rephrase :  "Ada kode khusus dikalangan retail shop/mall, jika ada kejadian tertentu, seperti ada pengunjung yang diduga akan

Apakah menjadi Triliuner itu Amoral? Dari Debat Oxford Union


Pixabay/Wealth

Sebagian besar kita bisa jadi tidak paham apa itu Triliuner. Secara kata mungkin mengerti, tapi tidak akan bisa membayangkan, sekaya apa triliuner itu. Kalau miliuner sih banyak, soalnya begitu rendahnya mata uang kita, sehingga satu miliar tidak berarti terlalu besar. Tinggal lihat di perumahan-perumahan mewah di Jakarta Utara dan Selatan misalnya, yang harganya miliaran.

Triliuner itu adalah orang yang bisa menghabiskan uangnya sebesar 100 juta permenit sepanjang tahun, dan masih sisa banyak untuk melakukan hal yang sama tahun depannya, bahkan sampai puluhan tahun. Hanya ada sekitar 2000 an triliuner didunia yang berisi miliaran manusia ini.

Kita tidak keberatan jika ada orang yang lebih kaya dari kita. Tapi untuk jadi sekaya itu? Sementara banyak orang begitu miskinnya sampai hanya mendapat gaji 300 ribu per bulan? Apakah itu suatu hal yang bisa diterima nurani kita? Tidakkah itu merupakan suatu hal yang amoral untuk jadi begitu kaya sampai tidak lagi masuk akal.

Itulah yang menjadi topik perdebatan Oxford Union pada bulan september 2019 lalu, ‘Is it immoral To Be a Billionaire’? (Saya ubah billionaire menjadi triliun rupiah sesuai dengan mata uang kita).


Yang Pro mengatakan bahwa menjadi seorang Triliuner sangatlah tidak bermoral karena dua hal : Cara mendapatkan uangnya dan kesenjangan yang terlalu besar dalam masyarakat.

Banyak orang bilang, kerja keraslah jika mau jadi kaya raya. Padahal kenyataannya, kita melihat begitu banyak orang bekerja keras, guru, petani, kuli, bekerja berjam-jam tiap hari, tapi tidak akan pernah bisa menjadi Triliuner, bahkan jadi miliuner pun mungkin tidak. Ada, tapi sangat jarang sekali.

Umumnya orang bisa menjadi triliuner hanya jika dari awal dia memang mewarisi harta yang cukup besar untuk menjadi modal ATAU jika dia mengekploitasi orang dan lingkungan habis-habisan dalam jumlah besar sehingga bisa menguntungkan dirinya. Dan lebih baik jika bisa melakukan keduanya sekaligus.

Hanya sedikit yang menjadi Triliuner diluar jalur ini, misalnya JK Rowlings penulis Harry Potter atau beberapa penemu lainnya. Tapi kebanyakan memang begitu.

Betapa tidak adilnya orang yang bekerja berjam-jam tiap hari, hanya mendapat uang tidak lebih dari uang saku dari pewaris perusahaan besar yang hanya melakukan sedikit hal saja, bahkan ada yang tidak melakukan apapun setiap hari.

Dan kalaupun para triliuner ini berkerja keras, pantaskah triliuner yang bekerja 16 hari dibayar jutaan kali lebih besar dari orang yang bekerja dalam jangka waktu lebih dari dia? 8 jam perhari misalnya?

Lalu eksploitasi yang dilakukan orang untuk menjadi triliuner sebagaimana para konglomerat besar. Yang memberikan pegawainya gaji JAUH lebih kecil daripada uang yang mereka terima, padahal kerja mereka sangat berat. Bahkan sampai ada yang sampai harus berhutang untuk kebutuhan dasar mereka.

Belum lagi ekploitasi alam yang dilakukan konglomerat : Membabat hutan, menggali bumi sampai rusak, meracuni bumi dengan pestisida, polusi udara dari pabrik dan sebagainya. Benar-benar amoral!

Kesenjangan yang diakibatkan kekayaan yang dimiliki seorang Triliuner begitu besar sehingga merekalah yang menjadi penentu hidup matinya orang banyak. Mereka bisa menentukan siapa yang mereka inginkan dipemerintahan, melobi agar terbit undang-undang yang makin memperkaya mereka, menentukan berapa banyak pajak yang mereka ingin bayar. Bahkan ada yang melarikan saja uang mereka keluar negeri, ke bank-bank diluar negeri yang jago menyimpan rahasia.

Triliuner juga menyebabkan hadirnya ketidakseimbangan sosial, bahkan perperangan. Baik didalam maupun luar negeri demi merebut atau melindungi asetnya. Dengan mengorbankan rakyat, menyebarkan berbagai isu dan kemarahan yang menimbulkan pemberontakan dan kebencian satu sama lain.

Sebaliknya mereka yang kontra mengatakan bahwa Menjadi Triliuner bukanlah suatu hal yang Amoral.

Karena menjadi Triliuner tidak berkaitan dengan kepribadian seseorang. Sama seperti manusia lain, Triliuner bisa menjadi baik dan menjadi jahat. Ada Triliuner seperti JK Rowlings yang memberikan hampir semua uangnya untuk bantuan sosial.

Ada juga yang seperti Melinda dan Bill Gates, yang berkeliling dunia menyumbangkan uangnya. Untuk pendidikan, kesehatan, keselamatan lingkungan dan lain sebagainya.

Jangan dipikir memberikan uang triliunan itu mudah loh. Salah-salah malah masuk ke kantong koruptor, atau memperkaya mereka yang tidak terlalu membutuhkan. Atau malah menjatuhkan perekonomian negara tersebut. Jadi perlu usaha tersendiri agar sampai kepada yang membutuhkan.

Pernah ada kejadian di suatu negara Amerika Selatan, dimana pengusaha sepatu banyak yang bangkrut karena harga sepatu hancur babak belur. Ternyata ini disebabkan karena ada sumbangan sepatu berkualitas tinggi dalam jumlah besar, sehingga tentu saja konsumer lebih suka menerima yang gratis ketimbang harus membeli. Ini semua berawal dari niat yang baik untuk menyumbangkan sepatu pada rakyat miskin di negara itu.

Juga Warren Buffet yang menentang pewarisan harta dalam jumlah luar biasa besar kepada anak-anak Triliuner. Karena mereka ini belum tentu bekerja untuk mendapatkan uangnya, bahkan tidak akan mengerti bagaimana mengendalikannya sehingga beresiko menghancurkan ekonomi negara itu.

Juga banyak konglomerat yang menginginkan agar pajak tidak diringankan, tetapi keinginan ini gagal karena berbenturan dengan sistem yang dibentuk oleh sesama konglomerat yang enggan membayar pajak.

Mereka juga ingin kehidupan yang lebih baik untuk pegawai-pegawainya, agar tidak terlalu eksploitatif. Tapi menaikkan gaji pegawai pun mereka tidak bisa lakukan sembarangan, karena harga-harga akan melambung dan menyebabkan kekacauan ekonomi global.

Karenanya, mereka tidak bisa dituduh sebagai amoral, padahal mereka hanya mengikuti sistem yang ada, yang saat ini memang sangat menguntungkan untuk mereka. Selain itu, tidak ada anak yang bisa memilih bisa dilahirkan dikeluarga mana, karenanya bagaimana bisa kita menuduh seorang anak sebagai Amoral hanya karena dia dilahirkan didalam keluarga Triliuner?

--

Kenyataannya setiap dari kita punya kesempatan untuk melakukan hal yang bermoral juga yang tidak bermoral. Uang bukanlah satu-satunya penentu moral seseorang. Waktu, tenaga, perhatian, adalah beberapa hal yang bisa digunakan untuk kebaikan maupun keburukan.

Misalnya, kita punya waktu untuk berbuat baik, hal-hal yang bermoral, tapi apakah kita melakukannya? Apakah kita semua rajin sedekah, menyumbangkan darah, mengunjungi panti asuhan, atau kita lebih suka menghabiskan waktu untuk hal-hal yang egois yang menguntungkan diri kita sendiri?

Kalau kita punya kesempatan untuk menjadi triliuner, apakah kita akan mengambilnya atau menolaknya mentah-mentah? Karena kalau ya berarti kita setuju bahwa menjadi triliuner bukanlah hal yang amoral.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manga Bela Diri Jadul Favorit

Yakuza, Organisasi Kriminal yang Menjaga Etika

Seri 12 Dewa Olympus 6 : Apollo, Dewa Tampan Serba Bisa