Posting Terbaru

Mengenang Peristiwa yang Saya Alami di Desember Bertahun Lalu

Gambar
Saya pernah dibuli dengan hebat di Desember 2019, karena saat itu saya mempertanyakan kenapa setiap saya masuk mall, mendadak suaranya dikeraskan. Saat itu kebetulan natal, dan saya dianggap mengeluhkan lagu Natalnya, dan bukan suara yang dikeraskan. Dan karena saya berhijab, dinegara dimana orang berhijab seringkali dituduh sebagai intoleran oleh para Islamophobic, maka saya langsung difitnah besar besaran. Sungguh lucu di negara yang katanya penganut muslim terbesar, tapi seorang muslim tidak bisa sama sekali bersuara. Bahkan saat dilecehkan oleh operator. Kata rasis dan Islamophobic seperti Kadrun, bertebaran menghina hijab saya. Bahkan sampai sekarang banyak artikel penulis murahan, yang isinya menguliahi saya dengan penjelasan yang tidak masuk akal mengenai keluhan saya. Padahal penjelasannya sederhana saja, yang di cuitkan oleh satu netizen yang saya rephrase :  "Ada kode khusus dikalangan retail shop/mall, jika ada kejadian tertentu, seperti ada pengunjung yang diduga akan

Red Pill Movement. Ketika Pria Memberontak pada Feminisme


Banyak hak yang dinikmati oleh wanita Indonesia sekarang merupakan hasil dari gerakan Feminisme. Wanita Indonesia berhak untuk bekerja, mendapatkan hak setara untuk ikut pemilu, baik dipilih maupun dipilih sebagai pejabat publik, juga berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan pria.

Jaman dulu, wanita sekolah sampai sarjana adalah hal yang luar biasa. Bahkan sekedar lulus SMA pun, sudah hebat sekali. Wanita cukup lulus SD saja, karena toh akan ikut suami dan mengurus anak saja.

Feminisme pada dasarnya adalah gerakan memperjuangkan hak-hak wanita agar bebas untuk menjadi apapun yang dia mau. Apakah mau jadi dokter, atlit, bahkan termasuk jika dia ingin menjadi ibu rumah tangga saja dirumah. Feminisme juga memperjuangkan hak wanita terhadap tubuh mereka, hak terhadap masa depan mereka. Sehingga orang tidak bisa memaksa-maksa wanita untuk hamil terus-terusan jika mereka hanya ingin dua anak saja, misalnya.Yang diperjuangkan adalah hak mereka, sehingga seharusnya terserah kepada si wanita, mau diambil atau tidak ‘kan?
Tetapi di Barat, feminisme yang kebablasan malah mengejek wanita yang memilih jadi ibu rumah tangga saja, mencela mereka yang memilih nunut pada suami mereka, menghina mereka yang memilih untuk berpakaian tertentu yang dianggap merupakan tradisi patriarkis untuk menutupi daya tarik seks mereka. Padahal itu pun adalah hak mereka yang seharusnya dihormati oleh gerakan feminisme.
Feminisme bahkan sudah bertransformasi begitu jauh sampai memaksakan agar pria menyangkal semua yang berkaitan dengan naluri dan kebutuhan biologis pria. Juga mengabaikan banyak permasalahan yang dihadapi pria terutama karena stereotype tertentu mengenai pria yang dianggap lebih kuat ketimbang wanita.

Beberapa waktu yang lalu misalnya ada gerakan Free the Nipple, yang awalnya merupakan gerakan dimana wanita menuntut agar mereka bebas menyusui bayinya kapanpun mereka mau tanpa harus menutupi diri. Gerakan ini kemudian bablas menjadi, seharusnya wanita bebas membuka dada mereka sama seperti pria tanpa mengalami pelecehan seksual. Toh, argumen mereka, sama-sama dada, hanya lebih montok sedikit.

Wah, demonya kalau saya pasang fotonya disini pasti banyak yang akan senang sekali. Karena wanita berdemo tanpa pakai atasan. Bahkan ada yang bertelanjang bulat.


Pixabay/Breastfeed
Gerakan feminisme yang kebablasan alias radikal feminis ini, akhirnya menimbulkan reaksi balik dari banyak kaum pria di barat yang merasa feminisme ini hanya menguntungkan wanita saja dan malah menindas pria. Mereka menganggap feminis hanya menuntut hak, tanpa memperdulikan tanggung jawab mereka sebagai wanita, sementara pria diharuskan melakukan segala pekerjaan yang tidak ingin dilakukan oleh para feminis.

Mereka berpendapat bahwa para feminis (juga masyarakat umumnya) yang mendesak kedudukan pria itu sebetulnya sedang membohongi diri mereka sendiri, karenanya harus diberikan ‘red pill’ agar segala sesuatu bisa kembali kepada fitrah yang sebenarnya.

Istilah Red Pill ini berasal dari film The Matrix, dimana tokoh utamanya, Neo, yang diperankan oleh Keanu Reeves ditawari pil merah dan pil biru. Pil biru (blue pill) berfungsi untuk mempertahankan, agar Neo tetap terkoneksi kepada dunia simulasi, dimana semua indah dan ideal. Sebaliknya, Pil merah (Red Pill) akan mengembalikan Neo ke dunia nyata, dimana semua berjalan apa adanya, kadang baik tapi kadang juga buruk.
Jadi memberikan red pill dianggap sebagai tindakan untuk membuka mata masyarakat pada kenyataan yang sebenarnya.

Gerakan Red Pill ada dua, satu yang benar-benar memperjuangkan hak-hak pria: Red Pill MRA (Men’s Right Activist) dan Red Pill Reddit (suatu komunitas pria di Reddit). Red Pill reddit disebut sebagai penyimpangan dari perjuangan hak-hak pria.

Red Pill Reddit lebih cenderung kepada diskusi misoginistik yang berpendapat wanita itu patut direndahkan dan harus dikendalikan agar tidak melawan pada pria. Banyak diantara pengikutnya adalah pria-pria yang patah hati.

Dalam Red Pill Reddit dikatakan wanita secara alamiah adalah makhluk manipulatif, caper, tidak konsisten, emosional dan mata duitan. Ini adalah kenyataan yang harus diterima laki-laki jika ingin mencintai seorang wanita.

Sedang kan Red Pill MRA sama sekali berbeda. Mereka hanya ingin memperjuangkan hak-hak pria yang selama ini diabaikan bahkan direndahkan oleh Feminis Radikal.

Hak Asuh Anak
Jika terjadi perceraian, hampir bisa dipastikan hak pengasuhan anak dilimpahkan kepada Ibunya. Yang jadi masalah jika sang ibu menyimpan dendam pada mantan suami, maka hak temu dengan anak bisa dipermainkan oleh sang ibu. Bahkan sama sekali diputuskan, misalnya jika si Ibu menikah lagi dan akan pindah keluar negeri sehingga selamanya tidak lagi bisa bertemu dengan anaknya.

Demikian juga dalam banyak kasus, sekalipun si Ibu punya kecenderungan melakukan KDRT terhadap anak, secara fisik maupun emosional, tetap saja permohonan Ayah untuk mendapatkan hak asuh anak ditolak. Karena kita punya kecenderungan untuk percaya, Ibu adalah pemelihara anak yang terbaik.

Tentu hal seperti ini sangat bermanfaat jika sang Ayah adalah seorang pelaku KDRT, maka Ibu akan dapat melindungi anaknya dengan baik jika semua akses kepada Ayah ditutup. Tapi bagaimana dengan para Ayah normal, yang betul ingin menjaga hubungan baik dengan anak-anaknya?

Trik Kehamilan di Luar Nikah
Meski teknologi sekarang sudah maju, tetapi banyak pria-pria yang melakukan hubungan seks diluar nikah dijebak dengan alasan terlanjur hamil. Ini termasuk pria yang selingkuh, sehingga hancur rumah tangganya.

Trik yang digunakan biasanya adalah dengan mengatakan bahwa si wanita sudah mengkonsumsi pil kontrasepsi, padahal tidak. Atau dengan menggunakan sisa sperma yang ada didalam kondom.

Di barat, jika seseorang mengakui anak, maka dia harus menyediakan biaya hidup untuk anaknya hingga dewasa. Kalau disini, orang yang terlanjur dihamili, harus dinikahi. Jadi seumur hidup dia akan terjebak.

Dibanyak negara, bahkan tes DNA sebelum kelahiran dilarang, sehingga wanita yang tidur dengan banyak lelaki bisa menuntut hak asuh dari lelaki yang bahkan bukan ayah dari anaknya. Karena tidak bisa mendapatkan izin untuk mencari tahu atau jika kurang berpendidikan, maka tidak punya akses untuk tes DNA anak.

Keinginan anggota Red Pill yang ini tidak ditanggapi oleh masyarakat karena dalam kenyataannya, banyak juga laki-laki yang bejat, yang menolak mengakui sudah menghamili wanita dan menolak melakukan tes DNA.

Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kita semua mengetahui bahaya KDRT yang diterima banyak wanita dalam hubungan pernikahan. Jika ada seorang wanita yang dipukuli oleh laki-laki, maka semua orang akan bereaksi keras, ramai-ramai mengutuk.

Sebaliknya jika pria yang dipukuli oleh istrinya, kita akan tertawa-tawa. Masa pria begitu lemah? Begitu komentar pada umumnya. Dan di Amerika, jika seorang pria dipukuli oleh istrinya, umumnya sang istri tidak akan ditangkap oleh polisi. Tapi sedikit saja seorang istri ditempeleng oleh suami, maka bisa dijebloskan ke penjara.

Ini terutama disandarkan pada kenyataan bahwa secara fisik, pria dianggap pasti lebih kuat ketimbang wanita. Sementara wanita pelaku KDRT bisa menggunakan berbagai alat, sabuk, sendal jepit, potongan kayu, untuk memukuli suaminya. Bahkan sampai memotong alat vitalnya. Dan kita kebanyakan akan ketawa geli membayangkan alat vital dipotong. Sementara kalau seorang pria memotong payudara istrinya, kita akan merasa ngeri luar biasa.

Belum lagi kekerasan emosional. Sebagaimana seorang laki-laki bisa merendahkan dan menghina istrinya, sang istripun bisa melakukan hal yang sama terhadap suami. Menghina penampilannya, kemampuannya mencari uang, dan berbagai manipulasi emosi lainnya.

Tetapi hal ini tidak diakui sebagai kekerasan dalam masyarakat. Sekali lagi masyarakat cukup toleran dengan mengatakan : Yah, begitulah wanita, bawel, mau bagaimana lagi? Bagaimana sih jadi suami tidak bisa mengendalikan mulut istrinya?

Sehingga sangat memalukan bagi pria untuk mengakui kelemahan mereka jika sampai menjadi korban kekerasan. Tidak akan ada yang memberi simpati. Semakin patriarkis suatu komunitas, maka semakin besar harapan agar pria memegang kendali dalam rumah tangga. Bahkan akan mendapatkan hujatan jika membuka aib istri sendiri.

Di Amerika 1 dari 3 perempuan jadi korban KDRT dan 1 dar 4 pria juga jadi korban KDRT. Kekerasan rumah tangga bisa dilakukan dua pihak sekaligus secara simultan. Namun sikap masyarakat tidak imbang terhadap wanita yang melakukan KDRT. Dan karena perempuan pasti dapat hak asuh anak, maka perceraian berarti anak nya yang akan mendapatkan KDRT.

Masih banyak lagi tekanan yang dialami pria dalam kehidupan modern ini, yang diabaikan oleh masyarakat. Dan semua hal ini sebetulnya layak sekali untuk didiskusikan dan dicarikan solusinya.

Lalu kenapa gerakan Red Pill ini menjadi bertentangan dengan para Feminis Radikal?


Ini karena Feminis Radikal mendasarkan gerakannya pada asumsi : Pria adalah pihak penjajah.

Pada awalnya, memang benar gerakan feminis berjuang untuk mendapatkan hak-hak dasar dari seorang wanita yang sebelumnya dianggap tidak perlu mereka dapatkan. Misalnya hak pendidikan, gaji yang setara, hak untuk bekerja, hak untuk memilih dan dipilih dalam demokrasi. Begitu juga hak untuk memilih suami, hak yang berkaitan dengan melahirkan anak, dan seterusnya.

Dan pria menentang keras tuntutan wanita karena dianggap tidak masuk akal. Misalnya dulu saat wanita ingin bebas bersekolah. Banyak pria berpikir, untuk apa sekolah? Toh nanti hanya mengurus suami dan anak. Jika menuntut gaji yang setara dengan pria dalam pekerjaan yang sama, pria akan bertanya, untuk apa gaji yang sama? Kan anda tidak punya keluarga yang harus dinafkahi?

Dalam pemerintahan kebanyakan adalah pria, maka merekalah yang pada akhirnya membuat aturan yang bisa jadi dianggap menguntungkan pria dan merendahkan wanita.

Feminis menjadi Radikal saat tuntutannya berubah dari memperjuangkan hak-hak dasar menjadi meminta diistimewakan dan mengabaikan hak-hak pria.

Misalnya hak aborsi tanpa batas. Tuntutan awal feminis adalah agar wanita yang hamil akibat hubungan perkosaan dan incest agar diizinkan untuk diaborsi. Demikian juga jika kehamilan membahayakan mental atau fisik sang ibu. Ini adalah tuntutan wajar.

Tapi tuntutan ini lalu berkembang menjadi : Hak untuk aborsi, kapanpun dalam kehamilan sebesar apapun, bahkan jika bayi sudah sampai trimester ke tiga tanpa peduli alasannya. Karena ini adalah tubuhnya sendiri, jadi terserah pada dia untuk menggugurkannya.

Atau serangan Feminis Radikal kepada wanita-wanita yang memilih untuk tidak menggunakan haknya. Misalnya, wanita yang memilih untuk jadi ibu rumah tangga dan tidak mau mengejar karir. Wanita yang memilih untuk menutup seluruh tubuhnya, yang oleh feminis radikal dikatakan sebagai tanda wanita dijajah pria.


Pixabay/Oppressed

Karenanya jika Feminis Radikal mengakui bahwa Pria juga kadang menjadi pihak yang lemah dan dirugikan dalam tatanan hidup, maka mereka bisa jadi kehilangan landasan dari perjuangannya.

Kenyataannya : Pria memang punya kelebihan dalam masyarakat

Selintas, memang kedudukan pria terlihat lebih tinggi dalam masyarakat. Bahkan dalam kehidupan liberal di Amerika, hampir semua kedudukan tinggi dipegang oleh laki-laki. Di Senat Amerika hanya 20%, sedang di Indonesia anggota DPR wanita hanya 17% an.

Demikian juga CEO perusahaan terkemuka di Amerika hanya sekitar 5%. Dan pendapatan wanita di amerika hanya sekitar 55%-74% dibandingkan dengan pria.

Feminis beranggapan bahwa hal ini disebabkan wanita tidak diberikan kesempatan yang sama untuk maju, sehingga setara dengan pria. Bahwa ini disebabkan adanya ‘perjanjian’ oleh sesama kaum pria yang kompak untuk merendahkan kemampuan wanita.

Belum lagi kenyataan bahwa wanitalah yang memberikan support dalam keluarga, dengan mengurus anak dan rumah tangga, dan pada akhirnya mengorbankan karir mereka sendiri yang membebaskan pria untuk mengejar karir.

Sementara argumentasi para pria adalah, wanita hanya mau untungnya saja, tapi tidak mau mengorbankan hal yang setara dengan pria. Misalnya : Apakah wanita mau berkarir dan mencari nafkah sementara suaminya yang menjaga rumah dan anak-anak? Atau apakah wanita mau tidak memiliki anak ataupun bersuami sehingga mereka bisa berkompetisi secara adil dengan para pria?

Kebanyakan wanita masih menginginkan pria yang menjadi pencari nafkah utama sementara mereka juga ingin berkarir dan mengurus anak. Sementara jika kedua pihak ingin mengejar karir maka terpaksa anak dibesarkan oleh pembantu, atau jika keduanya mengorbankan karir untuk berbagi tugas mengurus anak, maka kemungkinan kecil mereka bisa mencapai puncak kedudukan dalam masyarakat.

Perdebatan inilah yang menyebabkan pertempuran terus-menerus antara Red Pill dan Feminis Radikal.

Tapi apakah ini berarti kita akan mengabaikan Feminisme?
Saya akan balik bertanya pada bapak-bapak dan ibu-ibu, apakah anda sekalian rela jika anak perempuan anda gagal mendapatkan pekerjaan karena direbut orang lain yang lebih bodoh hanya karena pesaingnya seorang pria?

Apakah kalian rela anak perempuan anda mendapatkan gaji lebih kecil sementara beban pekerjaannya sama beratnya dengan teman sekantornya yang pria?

Apakah kalian mau anak perempuan anda dipaksa hamil terus-terusan oleh suaminya karena suaminya melarang dia memakai kontrasepsi?

Apakah ibu-ibu sekalian mau ikut aturan ngaco yang diputuskan oleh anggota DPR yang tidak mengerti sama sekali kesulitan kalian sehari-hari?

Ini adalah sebagian kecil dari hal baik yang diperjuangkan oleh feminisme.

Sebaliknya, kenyataan bahwa banyak pria yang perlu diperjuangkan haknya adalah hal yang nyata. Kita harus menelan Red Pill untuk itu.

Pria dalam kenyataannya memang banyak berkorban untuk para wanita. Hampir semua yang tewas bertempur demi negara adalah pria. Jika ada bencana atau kekerasan, para wanita dan anak-anak lah yang akan didahulukan untuk diselamatkan, pria akan menjadi korban belakangan. Pria diharuskan menjalani pekerjaan seberat apapun demi mencari nafkah untuk keluarganya.

Bahkan sekedar mengangkat aqua galon, kita mengharapkan pria untuk melakukannya.
Kita selalu mendidik pria untuk berani berkorban demi negara dan keluarga. Dan ini adalah tekanan besar yang diterima oleh para pria. Dan tanpa jalan keluar, kecenderungan pria untuk bunuh diri sangat tinggi. 74% pelaku bunuh diri di Amerika adalah pria.

Dialog dan kompromi
Agar masyarakat berjalan dengan baik, tentu diperlukan dialog secara terbuka. Tanpa membungkam satu sama lain. Pria harus mendengarkan keluhan wanita, jangan dihalangi hak-hak dasar dalam kehidupan mereka. Jangan semua keputusan mengenai kehidupan wanita diambil dikalangan pria sendiri tanpa ada masukan dari para wanita.

Sebaliknya kita mungkin harus sedikit mengerem keinginan kita untuk menertawakan keluhan pria. Betapapun kita mengharapkan agar pria jadi manusia yang kuat yang bisa menjadi tiang-tiang tonggak penjaga negara.

Keluhan kedua belah pihak ini patut didengarkan, dan jangan sembarangan dibungkam dan diremehkan.

Pixabay/Handshake


Satu hal yang pasti : kita tidak bisa mendapatkan segalanya. Pasti ada hal yang harus kita korbankan saat kita menginginkan sesuatu. Karenanya harus ada kompromi, sejauh mana kita mendapatkan hak dan sebesar apa kewajiban yang harus kita jalankan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manga Bela Diri Jadul Favorit

Yakuza, Organisasi Kriminal yang Menjaga Etika

Seri 12 Dewa Olympus 6 : Apollo, Dewa Tampan Serba Bisa