Posting Terbaru

Mengenang Peristiwa yang Saya Alami di Desember Bertahun Lalu

Gambar
Saya pernah dibuli dengan hebat di Desember 2019, karena saat itu saya mempertanyakan kenapa setiap saya masuk mall, mendadak suaranya dikeraskan. Saat itu kebetulan natal, dan saya dianggap mengeluhkan lagu Natalnya, dan bukan suara yang dikeraskan. Dan karena saya berhijab, dinegara dimana orang berhijab seringkali dituduh sebagai intoleran oleh para Islamophobic, maka saya langsung difitnah besar besaran. Sungguh lucu di negara yang katanya penganut muslim terbesar, tapi seorang muslim tidak bisa sama sekali bersuara. Bahkan saat dilecehkan oleh operator. Kata rasis dan Islamophobic seperti Kadrun, bertebaran menghina hijab saya. Bahkan sampai sekarang banyak artikel penulis murahan, yang isinya menguliahi saya dengan penjelasan yang tidak masuk akal mengenai keluhan saya. Padahal penjelasannya sederhana saja, yang di cuitkan oleh satu netizen yang saya rephrase :  "Ada kode khusus dikalangan retail shop/mall, jika ada kejadian tertentu, seperti ada pengunjung yang diduga akan

Pemimpin yang Bisa Mensinkronkan Pikiran Rakyat

Pixabay/Leader
Beberapa hari lalu saya menonton sebuah video Tedx, yang dibawakan oleh Moran Cerf, dalam video yang berjudul, How our Brain Tells us What is Engaging. Moran Cerf adalah seorang mantan Hacker yang banting setir menjadi Neuroscientist alias Ilmuwan di bidang Syaraf.

Dia menceritakan penelitiannya di Chigago, dimana dia bersama Barnett, melakukan penelitian pada sekelompok penonton bioskop. Pada kepala para penonton dipasang EEG, sebuah alat yang akan mendeteksi signal yang dikeluarkan oleh otak. Alat ini akan merekam bagian mana dari otak yang akan aktif saat pikiran mereka fokus pada trailer film yang kemudian ditampilkan di layar bioskop.

Setelah 13 trailer film diputar, mereka menemukan bahwa, saat pikiran para penonton fokus, gelombang otak mereka menjadi sangat mirip. Bagian yang aktif, jangka waktu aktif, menjadi sangat mirip. Orang-orang yang terus menerus fokus pada hal yang sama, otaknya akan menjadi seperti tersinkronisasi.

Dalam penelitian lain, oleh beberapa peneliti dari Tiongkok, Yi Hu, pada tahun 2017, disebutkan bahwa mereka yang otaknya tersinkronisasi akan memiliki kecenderungan prososial lebih tinggi.

Prososial maksudnya menempatkan lingkungan sosial diatas kepentingan pribadi. Melakukan kebaikan demi komunitasnya. Seperti saling berbagi, saling menolong, memberikan donasi, juga termasuk membela satu sama lain saat ada kesulitan.

Dengan demikian, orang-orang yang bisa fokus pada hal-hal yang sama, akan memiliki kecenderungan untuk saling membantu dan saling mendukung satu sama lain. Mereka yang sering nonton sinetron yang sama akan lebih kompak ketimbang terhadap mereka yang lebih suka nonton netflix misalnya.

Dalam contoh kehidupan nyata misalnya, mereka yang sering menonton ceramah dari ulama A akan punya kecenderungan untuk lebih kompak dengan sesamanya ketimbang dengan mereka yang lebih mendengarkan ceramah kyai B.

Tetapi untuk membuat orang fokus pada hal yang sama, tergantung juga pada karakter masing-masing pemirsa. Selera humor, kecepatan dalam menangkap pembicaraan, bahasa, tingkat pendidikan, level keterbukaan pikiran, dan persamaan kepentingan, merupakan hal-hal yang menentukan apakah dia bisa cukup fokus pada film, lagu, pidato atau ceramah tertentu.
Dalam hal ceramah, umumnya, orang Sumatera dan betawi, lebih senang pada ceramah yang bertempo cepat dan riang. Orang jawa lebih kepada tempo yang lebih lambat dan santun.
Tentu saja persamaan bahasa penting untuk fokus, orang Sumatera atau Papua tidak akan bisa mengkonsumsi ceramah Pendeta Jawa sebagus apapun, jika khotbahnya ada dalam bahasa Jawa. Orang jawa yang pun akan merasa bosan dan hilang fokus, pada ceramah yang tidak ada lelucon bahasa Jawanya.

Inilah kenapa dulu Soekarno bisa menyatukan seluruh Indonesia dengan kemampuannya menahan perhatian pemirsa dari berbagai pulau selama berjam-jam melalui pidatonya yang menggebu-gebu. Berkat bakat dan pelatihannya yang luar biasa dalam bidang bahasa, juga pengalamannya berpindah-pindah kepelosok pulau diseluruh Indonesia. Sehingga punya pengalaman mendalam untuk berpidato yang menarik.

Saat ini Indonesia mulai tercerai berai, karena sudah tidak ada lagi yang bisa mensinkronkan pikiran mereka. Presiden kita saat ini tidak pernah tinggal diluar Jawa, kecuali beberapa saat di Aceh, itupun tidak betah dan langsung pulang sehingga sulit membuat pidato yang nyambung dengan rakyat diluar Jawa. Juga tidak punya kemampuan untuk memotivasi rakyat untuk bersatu lewat pidatonya.
Tidak hanya itu. Saya lihat, calon-calon yang diunggulkan partai dimasa depan juga kebanyakan adalah orang yang tidak pernah kemana-mana, hanya di Jawa saja. Kecuali beberapa tahun sekolah dipulau Jawa juga.
Kita punya Ulama-ulama, pendeta, pimpinan politik yang cukup bisa menarik perhatian sebagian besar rakyat kita tapi itu tidak lebih dari luang lingkup lokal saja. Itu pun mereka tidak sepikiran sejalan. Bahkan ada diantara mereka yang begitu bertentangan sehingga tidak peduli akibat dari perkataan mereka terhadap persatuan.

Tapi kenyataannya setelah Soekarno, memang tidak ada satupun yang bisa melakukan hal yang sama. Membuat sebagian besar rakyat menjadi fokus dalam satu point sehingga bisa mensinkronkan pikiran mereka.Dan jika tidak hati-hati, kita bisa terjeblos kepada jurang disintegrasi yang sangat dalam karena biar bagaimana pun sinkronisasi dalam rakyat ini diperlukan.

Dalam penelitian diatas, tidak hanya ceramah yang bisa membuat otak sinkron. Bisa juga dengan siaran tv, musik, kesenian yang menarik. Bisa juga dengan gerakan kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Dan itulah yang memang sudah dicoba selama ini : Berbagai gimmick untuk membuat calon-calon pemimpin seolah memang punya daya memimpin. Tapi kenyataannya, daya sinkron mereka lemah.

Lagipula, ini negara bebas, dan dengan sosial media hampir semua orang menjadi sulit fokus dan mudah terombang ambing sana sini.
Jadi bagaimana kita bisa menyatukan kembali semua pikiran yang mulai kocar kacir ini? Kita tidak mungkin menciptakan Soekarno baru, bahkan dengan teknologi kloning sekalipun. Kita tidak bisa memaksa orang menonton acara tv yang sama. Setiap stasiun tv berlomba2 menyiarkan acara mereka sendiri sendiri. Dan jika memaksa, orang malah akan pindah ke Internet.

Selain itu bagaimana cara mensinkronkan agar sampai ketujuan yang sama? Salah salah mensinkronkan, malah sinkron melawan negara semua. Bakal kacau deh.

Links :

A Ticket for Your Thoughts. Moran Cerf and Barnett
Brain-to-brain synchronization across two persons predicts mutual prosociality. Yi Hu




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manga Bela Diri Jadul Favorit

Yakuza, Organisasi Kriminal yang Menjaga Etika

Seri 12 Dewa Olympus 6 : Apollo, Dewa Tampan Serba Bisa