|
Work Source : Pixabay |
Setiap kali pindah kerja, hal tersulit untuk saya adalah menentukan besaran gaji yang saya harapkan. Saya termasuk orang aneh yang sanggup bekerja mati-matian demi pekerjaan dengan gaji kecil, bahkan jika tidak digaji sama sekali. Dengan syarat: Pekerjaannya menarik dan tidak membosankan, dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Jadi menentukan sendiri gaji, buat saya susah sekali.
Yang dimaksud dengan lingkungan kerja yang menyenangkan adalah bekerja bersama dengan orang-orang yang juga mencintai pekerjaannya yang terwujud dalam sikap saling menghargai, saling mendukung dengan ramah dalam lingkungan kerja. Bukan di lingkungan kerja yang penuh dengan intrik politik, kemarahan terpendam dan sikut-sikutan.
Bukan berarti saya tidak suka uang. Sebaliknya saya sangat suka uang. Tapi jika penghargaan kerja dilakukan dalam bentuk uang, maka saya khawatir rasa senang saya saat bekerja bisa jadi sangat terganggu. Padahal gaji terbesar yang saya inginkan saat bekerja, ya, dari rasa senang itu.
Jadi seringkali saya berusaha keras memancing orang yang mewawancara saya untuk menyebutkan suatu angka gaji. Atau menjawab asal-asalan saat benar-benar terdesak, lalu kebingungan saat terjadi tawar-menawar gaji ala pasar pagi.
Yang saya inginkan adalah : Tawaran gaji yang tetap adil, yang setara dengan pekerja lain di level saya. Sebutkan saja mau menggaji saya berapa, lalu saya tinggal menerima atau menolak.
Saat tawar menawar gaji terjadi, mereka yang tidak pandai menawar tentu akan mendapatkan gaji lebih kecil ketimbang mereka yang lebih jago menawar. Mereka yang berada dalam posisi tawar rendah, apakah karena dia perempuan, atau karena latar belakang finansial yang rendah alias miskin papa, pasti akan menerima saja ditawarkan gaji berapapun. Sekalipun mereka sebetulnya jauh lebih unggul dibanding kolega mereka.
Jadinya timbul rasa sakit hati yang terpendam, karena merasa tidak dihargai. Apalagi saat mereka mengetahui teman sejawatnya bergaji lebih tinggi. Dan sepandai-pandainya perusahaan menyembunyikan daftar gaji pegawai, mereka akhirnya akan tahu juga.
Ini mungkin yang menyebabkan seorang Fresh Graduate lulusan UI dengan keras menolak gaji sebesar 8 juta rupiah, bahkan merasa terhina. Mungkin karena koleganya yang berasal dari universitas yang rankingnya lebih rendah ketimbang UI, diposisi yang sama, diperusahaan yang sama, diterima dengan gaji awal 10 juta rupiah.
Sebaliknya, dengan sistem tawar-menawar gaji, pemilik perusahaan atau bagian HRD nya jadi terpancing emosinya untuk bisa menurunkan harga serendah mungkin.
Orang bisnis gitu loh!
Ada rasa puas jika bisa menawar gaji calon pegawai bermutu tinggi sampai serendah mungkin. Seolah mereka sedang menawar bahan baku unggulan untuk pabrik mereka. Kalau sampai kalah dalam tawar menawar, ada beberapa diantara mereka yang tidak henti mengingatkan kepada pegawainya : “ Anda sudah saya gaji tinggi loh! Bahkan lebih dari yang lainnya! (meski kadang bohong)”
Lalu menuntut ini itu, melebihi kapasitas kerjanya. Sebagian tidak keberatan dituntut lebih, tapi diingatkan terus mengenai gaji ini, tentu kelamaan akan membuat orang sakit hati.
Tentu saya mengerti bahwa perusahaan tidak mau rugi dalam jangka panjang. Karena pegawai adalah pengeluaran tetap yang sangat besar. Oleh sebab itu harus diperhitungkan gajinya secara optimal agar tetap bisa untung.
Tetapi ketidakadilan yang timbul atas tawar menawar gaji ini yang tidak saya sukai.
Bayangkan anda bekerja bersama 10 orang kolega anda. Sama sama fresh graduate, dari level yang sama, dengan tanggung jawab kerja yang sama. Anda digaji 3 juta rupiah, sementara 5 orang teman yang berhasil dalam tawar menawar dibanding anda digaji 5 juta rupiah per bulan. Dan 2 orang, mungkin karena masih saudara bos digaji 10 juta. Dan 2 orang lainnya karena lebih bodoh daripada anda dalam tawar menawar, hanya digaji 2 juta rupiah per bulan.
Anda tetap bersyukur tentunya, karena mendapatkan pekerjaan yang layak. Tapi dari hari ke hari hati anda mulai terasa pedih. Teman anda yang bergaji 10 juta akan bisa membeli HP yang lebih bagus ketimbang anda. Yang bergaji 5 juta akan bisa makan-makan diakhir pekan. Sementara anda harus berhemat tiap bulan.
|
Pixabay/Salary |
Lebih parah lagi jika kebiasaan tawar menawar ini terus terjadi pada setiap peningkatan gaji.
Menawar dari 3 bulan janjinya akan dinaikkan gaji, menjadi 6 bulan baru dinaikkan. Kenaikannya pun tawar menawar lagi. Misalnya pada kasus diatas, ada yang dinaikkan jauh sekali, dari 2 juta menjadi 4 juta. Sementara anda dari gaji 3 juta naik menjadi 3.5 juta saja. Padahal performance anda lebih bagus. Anda hanya tidak pandai tawar menawar gaji.
Apakah anda akan betah bekerja kalau sudah begitu? Tidak kah anda akan tergoda jika ada tawaran pindah atau setidaknya mengerjakan proyek sampingan diluar kantor? Tidakkah senyum anda jadi sulit keluar kepada mereka yang bergaji jauuuh diatas anda?
Sikap tawar-menawar demi menggaji pegawai serendah mungkin ini sebetulnya sangat merugikan perusahaan karena menyebabkan pegawai normal, bukan abnormal seperti saya, akan membalasnya dengan bekerja dengan effort serendah mungkin.
Sikap ini mungkin timbul karena mereka melihat gaji pegawai sebagai beban, dan bukannya investasi untuk menghasilkan profit yang lebih besar.
Jadi hentikanlah tradisi tawar menawar gaji, tawarkanlah jumlah tertentu dengan jelas dan terang dari awal, sesuai kesanggupan perusahaan. Jika memang ada pegawai yang eksepsional, barulah diberikan bonus jika ada keuntungan lebih.
Buat perjanjian yang pasti, kapan dan berapa kenaikan gaji. Juga prestasi apa yang diharapkan agar kenaikan gaji terwujud. Jangan lupa hukuman apa yang terjadi jika wan prestasi.
Tentu saja gaji tinggi dan adil tidak menjamin pegawai akan bahagia dalam bekerja, banyak unsur lain seperti penghargaan dan rasa memiliki pada perusahaan yang juga akan membuat orang bergairah bekerja. Tapi gaji yang adil adalah suatu permulaan yang baik.
Komentar
Posting Komentar