Posting Terbaru

Mengenang Peristiwa yang Saya Alami di Desember Bertahun Lalu

Gambar
Saya pernah dibuli dengan hebat di Desember 2019, karena saat itu saya mempertanyakan kenapa setiap saya masuk mall, mendadak suaranya dikeraskan. Saat itu kebetulan natal, dan saya dianggap mengeluhkan lagu Natalnya, dan bukan suara yang dikeraskan. Dan karena saya berhijab, dinegara dimana orang berhijab seringkali dituduh sebagai intoleran oleh para Islamophobic, maka saya langsung difitnah besar besaran. Sungguh lucu di negara yang katanya penganut muslim terbesar, tapi seorang muslim tidak bisa sama sekali bersuara. Bahkan saat dilecehkan oleh operator. Kata rasis dan Islamophobic seperti Kadrun, bertebaran menghina hijab saya. Bahkan sampai sekarang banyak artikel penulis murahan, yang isinya menguliahi saya dengan penjelasan yang tidak masuk akal mengenai keluhan saya. Padahal penjelasannya sederhana saja, yang di cuitkan oleh satu netizen yang saya rephrase :  "Ada kode khusus dikalangan retail shop/mall, jika ada kejadian tertentu, seperti ada pengunjung yang diduga akan

Hephaestus Pembalasan Anak Terbuang

The Forger of Vulcan by
François Boucher Source Flickr : Jean Louis Maziere
Seperti biasa cerita ini merupakan interpretasi saya sendiri loh. Jadi kalau ada beda-beda dengan aslinya, wajar! Heheeh.. 

Monster betina itu bahkan tidak tahu siapa dirinya! Geram Haephestus dalam hati. Dia memandang kedua pengantar pesan dengan sengit begitu penuh kebencian sampai mereka mundur beberapa langkah ketakutan.

Mereka sama sekali tidak mengerti mengapa mendadak Haphaestus begitu diam. Sebelumnya seperti biasa Hephaestus menyambut mereka dengan gembira sebagaimana biasanya saat mereka menyampaikan pesanan berbagai peralatan atau persenjataan untuk para Dewa.

Para pengantar pesan itu berpamit dengan tergesa dan meninggalkan Hephaestus yang berdiri membatu memandang tempanya.

--
Hera. Kata itu bagai empedu dimulutnya. Hephaestus bagai terlempar kembali kemasa lalu, saat dia masih seorang balita polos. Tidak mengerti kenapa mendadak dia harus hidup sendiri di bumi yang begitu luas ini, jauh dari kediaman para dewa di Olympus.

Hephaestus menyeret kakinya yang cacat dan duduk di sebuah kursi bersandaran tinggi menghadap perapian yang berkobar-kobar. Berharap agar hangatnya api bisa menyentuh hatinya yang mendadak dingin mengingat masalalunya yang menyakitkan.

Sejak dia bisa mengingat, dia selalu merasa dia sudah mengecewakan Hera. Saat Hera membuahi rahimnya sendiri sebagai pembalasan kepada suaminya, Raja Para Dewa Zeus, dia mengharapkan seorang anak yang sempurna. Sebagaimana Athena yang dilahirkan dari puncak kepala Zeus tanpa campur tangan Hera.

Athena lahir sebagai wanita dewasa, lengkap dengan baju perangnya. Sempurna. Dengan kecantikan yang menyaingi kecantikan Hera sendiri, bahkan hampir menyamai Aphrodite, Dewi Cinta. Disempurnakan dengan kecerdasan dan kebijaksanaan yang diam-diam membuat Hera merasa rendah diri.

Gengsi adalah kelemahan Hera yang terbesar. Dalam keadaan normal Hera adalah Dewi yang sangat mengasihi manusia, memberkahi kehidupan perkawinan mereka. Tapi bagai kepribadian ganda begitu rasa cemburu dan gengsi menguasai hatinya, Hera langsung gelap mata. Kekejaman pembalasannya pada mereka yang dianggapnya melukai harga dirinya sudah melegenda.

Hephaestus seharusnya merupakan pembalasan dendam Hera. Dia seharusnya lebih tampan, lebih cerdas dan elok ketimbang Athena. Dia seharusnya membuat Zeus malu, karena istrinya melahirkan anak yang sempurna tanpa campur tangan Zeus.

Tapi Hephaestus yang malang lahir biasa-biasa saja, tidak menarik, tidak istimewa. Yang lebih parah, kaki kirinya cacat dan lebih kecil dibanding kaki kanannya. Memalukan.

Hera merasa orang diam-diam menertawakan anaknya. Merasa dirinya begitu konyol.

Dia tidak mampu keluar dari obsesinya, gengsinya, dan melihat bahwa meski anaknya tidak terlihat istimewa, tetapi Hephaestus kecil sangat kreatif dan sangat mencintai ibunya. Hephaestus juga punya kekuatan otot yang luar biasa yang membuatnya bisa membengkokkan dan menempa logam-logam keras.

Meski masih balita, Hephaestus sudah pandai menciptakan benda-benda kecil yang menarik. Dia suka membuat sebuah bunga kecil yang dirangkainya dari kepingan logam lunak yang dibentuknya sedemikian rupa membentuk perhiasan yang indah.

Metal Flower Source : Pxfuel

Hephaestus tidak mengerti kenapa Hera marah luar biasa saat dia menghadiahkan bunga buatan tersebut pada ibunya. Meskipun Hephaestus sudah terbiasa diacuhkan dan dihina oleh ibunya karena kakinya yang cacat, belum pernah mata biru Hera terlihat segelap sekarang.

Hera baru saja menghadiri pertemuan para dewa dan merasa tersindir saat beberapa orang dewa menanyakan kabar Hephaestus tepat didepan Athena yang baru saja dipuji oleh Zeus karena berhasil memenangkan kota Athens dan mengalahkan Poisedon, Dewa Penguasa Samudera.

Dia merasakan asam kecemburuan naik dilambungnya, meracuni seluruh darahnya dengan kebencian dan kemarahan yang meluap-luap yang harus ditekannya sekuat tenaga dengan senyum didepan Zeus. Karena pertanyaan sederhana mengenai anaknya yang cacat dan -dalam pandangannya sendiri- buruk rupa, dirasakan sebagai hinaan terselubung. Didepan semua orang dia bersikap seolah itu adalah pertanyaan biasa.

Tapi terhadap anak kecil ini dia tidak perlu berpura-pura. Dia bebas melampiaskan kebenciannya. Dalam keadaan gelap mata, diangkatnya Hephaestus kecil yang tidak berdosa dan dilemparkannya dengan kekuatan dewata hingga anak itu terlempar keluar dari Gunung Olimpus, kediaman para dewa. Hera berharap agar dia mati saja.

Tapi nasib menentukan Hephaestus jatuh ke dalam laut, ke perairan di dekat pulau Lemnos. Namun biar bagaimana, Hephaestus kecil adalah seorang dewa juga. Dewa yang sangat kuat secara fisik. Sehingga tenggelam kedalam lautan tidak mencelakakannya.

Para Nereid, peri lautan, menemukan Hephaestus, kemudian mengantarkannya ketepian pantai pulau Lemnos. Mereka menyadari bahwa anak ini adalah putra Hera, dan menolongnya berarti menentang keinginan Hera. Tetapi rasa belas kasih peri yang baik ini, melebihi ketakutan mereka, membuat mereka berani dan diam-diam mereka mengantarkannya ke pulau Lemnos agar anak ini bisa bersembunyi disana.

Beberapa orang penunggang kuda dari suku Sintian menemukan Hephaestus yang sedang tertidur kelelahan ditepi pantai menaruh kasihan padanya lalu membawanya pulang.

Berbeda dengan para dewa yang meremehkan Hephaestus karena kakinya yang cacat, suku Sintian sangat kagum dengan kekuatan tubuh Hephaestus, kejeniusannya dalam hal teknik, dan bakatnya yang luar biasa dalam mewujudkan segala macam benda yang menarik.

Bunga kreasinya yang diabaikan oleh Hera menjadi rebutan ibu-ibu di kota kecil itu. Bayangkan anak sekecil itu sudah bisa membuat benda yang begitu indah! Tidak henti Hephaestus diundang ke sana kemari, dilimpahi segala pujian dan kasih sayang. Semua manisan dan penganan yang enak dijadikan alat membujuk agar Hephaestus mau bertandang kerumah mereka.

Para bapak-bapak memangku Hephaestus kecil sambil mengajaknya berbincang-bincang mengenai kualitas persenjataan dan segala tetek bengek yang berkaitan dengan kuda. Bagaimana membuat roda yang terkuat, sadel terbaik. Sungguh aneh tapi lucu sekali melihatnya dengan mata membulat serius, mengunyah manisan dan membicarakan hal-hal teknis tersebut.

Tapi tidak ada yang menyayangi Hephaestus melebihi Tethis, istri kepala suku Sintian, Eurynome. Tethis kehilangan anak satu-satunya dalam pertempuran antar suku dua tahun yang lalu, dan bagaikan menemukan kesempatan kedua dalam diri Hephaestus. Dalam pandangannya, tidak ada anak yang lebih tampan, lucu dan baik hati ketimbang Hephaestus.

Mom and Child Source : ooppievie.blogspot.com
Eurynome membuatkan Hephaestus bengkel pertamanya, tempat dia mengasah kemampuannya dalam berkarya. Tidak ada yang lebih disukainya dari pada membuat karya. Terutama karena dia suka merasa bermanfaat untuk orang lain. Semakin rumit tantangan yang dihadapi semakin baik. Tiap hari dia hanya ingin bekerja. Kalau bukan karena Tethis yang mengantarkannya makanan dan mengingatkannya untuk beristirahat, bisa jadi dia akan bekerja tanpa henti.

Hari-hari berlalu penuh kebahagiaan, kerja keras dan tawa gembira. Ingatannya mengenai Hera hanya sekelebat saja datang dalam mimpi buruknya dimalam hari.

Dalam beberapa tahun Hephaestus tumbuh dengan cepat. Badannya jadi menjulang perkasa dengan otot-otot yang sangat mengesankan. Dan badannya yang besar diimbangi oleh kebaikan hatinya. Sehingga semua orang sangat menyukai dan menghormatinya.

Kemampuannya berkarya pun tumbuh tidak kalah pesatnya. Orang-orang berdatangan dari seluruh penjuru pulau Lemnos untuk belajar dan bertukar pikiran dengan Hephaestus remaja. Dan dia tanpa ragu mengajari siapa saja yang mau belajar dan bekerja keras apapun yang mereka mau.

Membuat senjata, peralatan pertanian, perhiasan, perabotan yang megah, ukiran yang indah, semua bisa dilakukannya. Kemampuannya semakin sempurna seiring berjalannya waktu. Berkat Hephaestus, suku Sintian berkembang begitu pesat sehingga menjadi penguasa di pulau Lemnos.

Sampai di satu titik, kemampuannya tidak lagi bisa ditiru umat manusia. Kekuatan dewata dalam dirinya membuatnya mampu memberikan kekuatan khusus pada benda benda yang dibuatnya. Dia membuat autonom, semacam robot yang bisa bergerak sendiri tanpa nyawa dan tanpa tenaga bantuan luar, busur panah yang tidak bisa digunakan manusia, tetapi sangat dahsyat kekuatannya saat digunakan oleh dewa. Dia bisa menempa berbagai logam yang luar biasa keras, sehingga senjata dan perisai yang dibuatnya lebih keras dari berlian.

Tentu saja kemudian berdatanganlah utusan para dewa ke kediaman Hephaestus memesan berbagai benda yang mereka perlukan. Ada beberapa yang malah datang sendiri, seperti Athena dan Dyonisus. Mereka berdua sama sekali tidak mengetahui bahwa Hephaestus adalah putra Hera yang dulu dibuang.

Hera sama sekali tidak pernah menyebut-nyebut putranya yang dulu dibuangnya dan tidak ada seorang pun yang berani menyinggung masalah ini dan menanggung amarah Hera. Zeus tentu saja tidak peduli, karena Hephaestus bukan darah dagingnya. Dia dilupakan begitu saja oleh penduduk Olimpus, seperti tidak pernah ada.

Hephaestus pun dulu masih sangat kecil saat dibuang, karenanya selain ibunya, dia tidak mengenali siapapun. Tapi dia menyukai Athena yang luar biasa cantik dan cerdas, yang sayangnya memutuskan untuk tidak menikah selamanya sehingga rasa suka ini hanya berkembang menjadi persahabatan yang akrab.

Mereka sama-sama sangat berbakat dalam bidang teknik, sehingga diskusi berkepanjangan diantara keduanya bisa menghasilkan benda-benda yang luar menakjubkan.

Hephaestus juga menyukai Dyonisus yang gila-gilaan seperti berkepribadian ganda. Bahkan para Myriadnya yang sinting tidak mengganggu Hephaestus. Sesekali Dyonisus berhasil menyeret Hephaestus yang serius kedalam pesta mabuk-mabukannya dan membuatnya tertawa terbahak-bahak dengan leluconnya yang sarkastik.

Pada usianya yang ke 21 tahun Hephaestus memutuskan memberikan perhiasan terindah pada para Nereid sebagai ungkapan terimakasihnya atas pertolongan yang mereka berikan bertahun-tahun lalu. Serangkaian tiara dan kalung yang dihiasi permata biru dan beberapa mutiara terbesar dan terhalus yang bisa ditemukannya. Dibentuk dengan ukiran yang begitu indah dengan detail bagai bunga-bunga karang. Tidak pernah orang melihat perhiasan seindah itu.

Cerita mengenai perhiasan yang begitu indah beredar sangat cepat di kerajaan Poisedon itu, sehingga Hera datang sendiri berkunjung kesana untuk menyaksikannya. Betapa irinya Hera melihat perhiasan yang begitu cantik. Dia berpendapat, seharusnya dia, Ratu para dewa juga harus bisa mendapatkan hadiah yang lebih bagus lagi.

Diutusnyalah beberapa dewa untuk memesan sebuah singgasana megah yang tidak ada duanya. Ini akan mengalahkan segala perhiasan cantik yang mungkin akan dibuat Hephaestus di kemudian hari.

Para utusan ini tidak menyangka bahwa mereka sudah membuka sebuah luka lama, yang selama ini tidak lebih dari sekilas ingatan bagi Hephaestus.

--

“Hephaestus, kami semua menunggumu nak, ini sudah waktunya makan malam,” Suara lembut Tethis menggugah Hephaestus dari lamunannnya.

Bahkan setelah dewasa Hephaestus tetap menyediakan waktu untuk menghabiskan waktu makan malam bersama keluarga yang disayanginya itu. Tethis pernah berkata, dia akan mengingatkan anaknya makan malam sampai kelak Hephaestus sudah memiliki istri yang bisa menggantikannya sebagai pengingat waktu makan.

“Iya Bu, aku segera datang,” Hephaestus berdiri dan mulai membereskan peralatannya. Dia menyukai semuanya rapih agar siap untuknya bekerja esok hari.

Bercakap-cakap sambil berjalan berdua ibunya menuju rumah mereka, kemarahan dan kesedihan di hati Hephaestus mulai mereda. Dia berpikir, jika bukan karena Hera membuangnya, belum tentu dia bisa hidup sesenang sekarang.

Dia masih mengingat cara Hera menatap kakinya yang cacat dan membayangkan jika dia dulu tumbuh besar dibawah tatapan semacam itu ketimbang senyum ibu angkatnya yang selalu penuh kekaguman dan cinta kasih. Tentu sungguh menderita!

Dia tidak mungkin menolak pesanan Hera, itu hanya akan membuat Hera murka dan pembalasan dendam Hera yang begitu obsesif bukanlah suatu hal yang diinginkannya dimasa depan.

Makan malam berlangsung menyenangkan seperti biasa. Perapian yang berkobar-kobar menghangatkan malam yang begitu dingin di musim hujan di Lemnos. Percakapan yang menyenangkan membuat suasana bertambah riang. Ini adalah saat yang paling menyenangkan untuk keluarga kecil ini.

Mereka bercakap-cakap mengenai hal-hal menarik yang mereka lakukan hari itu. Ayah angkatnya, sang kepala suku Sintian, selalu punya cerita unik yang didapatnya dari berkeliling mengawasi wilayah kekuasaannya.

Kali itu Ayahnya bercerita tentang nasib malang Aeneas si petani miskin yang sedang sial. Ditengah hujan lebat dan petir bergemuruh, Aeneas sedang mendorong gerobaknya saat sebuah kereta besar dengan empat kuda lewat. Dia mencoba menghindar tapi gerobaknya malah tersangkut dibelakang kereta itu.

Karena gerobak itu adalah mata pencaharian hidupnya harta bendanya ada diatas gerobak itu, akhirnya dia memutuskan melompat keatas gerobak tersebut dan mengikuti kereta yang terus berlari kencang sampai tiba di kota berikutnya. Dia berteriak-teriak berusaha menarik perhatian sang pengemudi kereta. Tetapi terhalang badan kereta yang besar dan gemuruh hujan, teriakannya tidak terdengar.

Semua orang tertawa terbahak-bahak melihat si tua Aenes terduduk cemberut diatas gerobaknya terperangkap dibelakang kereta kuda yang besar itu dalam keadaan basah kuyup. Di kota yang begitu jauh dari rumahnya.

Hephaestus mendengarkan cerita ini setengah tersenyum geli setengah melamun. Mendadak dia tahu seperti apa singgasana yang akan diciptakannya untuk Hera.

--

Beberapa hari berikutnya siang malam Hephaestus sibuk bekerja dibengkelnya. Siul-siul riangnya terdengar orang yang sedang lalu lalang. Tapi proyek ini rahasia. Bahkan pembantu-pembantunya di bengkel tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Hanya para automatons, robot tanpa mesin, yang diperkenankan membantunya bekerja.

Saat berikutnya para utusan Hera datang untuk mengambil barang pesanan mereka, mereka terkejut mendapatkan Hephaestus menyambut mereka dengan riang, bahkan sedikit geli. Dia melambaikan tangannya saat mereka mengangkut singgasana tersebut, sambil berkata, “Sampaikan pada Hera : Singgasana ini pantas untuknya!”

Hera merasa sangat bangga saat mendengar utusannya menyampaikan pesan Hephaestus padanya. Betapa tidak, singgasana itu memang sangat megah. Kecuali bagian dudukan yang terbuat dari beludru yang halus berwarna biru, seluruh rangkanya terbuat dari emas. Penuh dengan simbol-simbol kekuasaan Hera.

Dikedua bagian lengannya terukir kepala panther, dengan mata berupa berlian yang bercahaya seperti api. Sulur dedaunan dengan hiasan bunga-bunga lily yang bertahtakan berlian kecil sebagai putiknya. Diatas dari sandaran sampai menaung diatas kepalanya terbentuk ekor burung merak yang berkembang angkuh tapi rupawan.

Hera pun lalu duduk dengan anggun di singgasana megah itu. Hatinya merasa begitu puas, dan betapa nyaman dan empuk sandaran kursi itu!

Mendadak sulur-sulur diseluruh singgasana itu bergerak dan mengikat kedua tangan Hera! Hera berusaha menghindar, tetapi gerakan sulur-sulur itu lebih cepat. Kakinya pun terikat dilantai. Kini Hera sama sekali tidak bisa bergerak. Terperangkap!

Hera menjerit marah. Melolong.

Semua kalang kabut berusaha membebaskan Hera. Tetapi sulur itu begitu kuat! Bahkan senjata Zeus sendiri tidak mampu membebaskan Hera dari sulur itu.

Zeus mengirimkan utusan untuk menjemput Hephaestus, dengan kekerasan jika perlu.

Tetapi mereka kembali dengan tangan hampa, “Dia terlalu kuat, wahai rajaku. Meski kakinya pincang, tetapi dengan sekali hempas, kami semua terpental begitu jauh!”

Hera yang ikut mendengarkan mendadak terperangah. Kaki yang pincang? Jangan-jangan Hephaestus ini adalah anaknya yang dibuangnya dulu!

Zeus mengamati perubahan diwajah Hera, “Ada apa?” Tanyanya curiga. “Apakah kau mengenal orang ini?”

Awalnya Hera enggan dan malu untuk bercerita. Tetapi setelah Zeus mengatakan bahwa dia akan membiarkan Hera terikat disana untuk selamanya, bagaikan air bah cerita meluncur dari mulut Hera. Tentu dengan bumbu agar terdengar seolah Heralah korban dalam cerita ini.

Bahwa ini semua kesalahan Zeus!

Bahwa dia dalam keadaan tidak sadar saat melemparkan anaknya itu!

Zeus merasa kesal, tapi tidak bisa menyangkal bahwa Hera memang menanggung banyak sakit hati karena seringnya dia berselingkuh dengan wanita lain. Lagipula Hera adalah ratunya, jika dia dipermalukan, maka Zeus pun akan kehilangan muka!

Apa boleh buat dia memutuskan untuk mengirimkan putra putrinya, pemanah ulung Apollo dan Artemis. Tetapi Hephaestus tahu bahwa Hera pun pernah menyakiti Ibunda mereka. Sehingga dia menjanjikan busur dan panah terbaik yang pernah ada jika mereka bersedia untuk berhenti menyerangnya.

Siasat yang tepat, Apollo dan Artemis kembali kehadapan ayah mereka, berkata bahwa pertahanan Hepahestus terlalu kuat untuk bisa mereka tembus.

Berikutnya Zeus mengirimkan Athena. Sesampainya di bumi, Athena dengan santai menyapa Hephaestus, “Sobatku! Apakah kau mau melepaskan Hera sekarang? Kami sudah tahu bahwa dia adalah ibumu.”

Hephaestus mengangkat bahu, “Aku tidak punya ibu!”

Athena berkata lagi, “Bagaimana jika aku memaksamu dengan kekerasan? Aku bisa saja membunuhmu!”

“Boleh saja kau mencoba,” Cengir Hephaestus. “Tapi apa untungnya untukmu? Pertama kau akan kehilangan sobat baikmu sendiri. Lalu selamanya tidak ada yang akan bisa melepaskan Hera. Karena hanya aku yang tahu bagaimana caranya.”

Athena tertawa. Mereka berdua memang saling mengerti. Dan sebagai ahli strategi, Athena sudah tahu bahwa tidak ada gunanya memaksa Hephaestus dengan kekerasan.

Zeus menggeram marah saat Athena pulang dengan tangan hampa. Tapi Athena mengusulkan strategi lain. Mengirim Dyonisus untuk membujuk Hephaestus.

Seperti juga Apollo dan Artemis, Dyonisus pun pernah mengalami kekejaman Hera. Sehingga dia enggan menerima tugas ini. Tapi Zeus mengancam akan membuat hidupnya begitu membosankan dan semua anggur kering sehingga dia tidak bisa mabuk-mabukan lagi.

“Kau akan ku kirim ke pegunungan yang dingin membeku, dimana tidak ada tumbuhan bisa hidup dan satu-satunya teman mu hanyalah beruang salju jika kau sampai gagal!” Demikian ancam Zeus. “Dan tentu saja para Myriad gila mu akan aku buat menjadi wanita-wanita paling alim dan paling membosankan sedunia!" Pukulan terakhir yang sangat mengena.

Jadilah Dyonisus turun ke kediaman Hephaestus yang menyambutnya dengan penuh waspada.

Dyonisus bersikap santai dan mengajaknya melupakan segala urusan Hera ini. “Akupun akan berpura-pura kalah perang seperti Athena, Apollo dan Artemis. Untuk apa aku menolong Hera yang sudah membuatku gila bertahun-tahun? Bertahun-tahun seperti orang bodoh berkelana diseluruh penjuru bumi, dan sekarang aku harus menolongnya? Tak usah ya!” Demikian dengus Dyonisus.

Hephaestus pun percaya. Semalam suntuk mereka berpesta. Tetapi saat pagi tiba, Hephaestus terbangun ditempat yang sama sekali asing baginya. Gunung Olimpus!

Ternyata Dyonisus memasukkan obat bius kedalam minumannya. Lalu saat Hephaestus pingsan, Dyonisus bersama para Maenads mengangkat Hephaestus naik keledai ajaib, terbang ke Istana Hera di Gunung Olimpus.

Dyonisus lead Drunk Hephaestus. Source Flickr by Egisto Sani

Mata Hephaestus terkejap-kejap silau, kepalanya agak pusing karena obat bius dan juga anggur yang diminumnya saat pesta semalaman. Dia tidak langsung mengenali Hera. Meski Dewa tidak menua, tapi ia masih sangat kecil saat Hera membuangnya dulu. Tetapi dia mengenali kursinya dan karenanya tersadar bahwa wanita cantik yang duduk diatasnya adalah Hera ibunya.

Dia berusaha membangkitan amarah dalam hatinya. Tetapi hatinya yang baik tersentuh saat melihat kondisi Hera yang begitu menyedihkan. Sudah berminggu-minggu Hera terikat disana. Yang berarti dia tidak bisa berdiri, berbaring atau berjalan. Wajah Hera pucat dan lesu.Harga dirinya yang tinggi hancur berantakan.

“Anakku Hephaestus....” Hera mulai berkata lemah.

“Aku tidak punya ibu!” Potong Hephaestus tajam. Berani-beraninya wanita ini menyebutnya anak?

Hera terkulai ke sandaran singgasana megah yang menjadi penjaranya, mendongak menahan air mata yang mulai mengalir lagi. “Aku mengerti. Kesalahanku sangat besar. Berkata menyesalpun tidak akan ada gunanya. Lalu apa yang kau inginkan, tidak mungkin aku terikat disini selamanya disini ‘kan?”

“Kenapa tidak? Kau pun tidak segan membuangku, berusaha membunuhku. Anakmu sendiri!” Hephaestus tercekat menahan tangis yang tidak disangkanya akan keluar. “Aku bahkan tidak minta dilahirkan!”

“Aku sangat bodoh,” Hera menunduk kalah. “Mengidamkan anak yang sempurna sesuai dengan bayanganku sendiri, tidak mampu melihat bahwa kau malah bisa tumbuh melebihi harapanku dulu.”

Hera tertawa kecil miris memandang singgasananya, “Bahkan perangkap ini, adalah hal yang sangat mungkin aku lakukan pada musuh-musuhku. Kau betul-betul anakku!”

“Tapi kau tidak pernah menjadi ibuku,” Hephaestus berkeras. “Tethis dan Eurynome adalah orang tuaku.“

“Kalau begitu,” Potong Zeus licin, melihat ada peluang. “Tentu kau tidak mengharapkan kemalangan atas orang tua mu ‘kan?”

Hephaestus tersentak. Apakah Zeus berniat mengancam orangtuanya? Dia bersumpah dalam hati akan menyebabkan kerusakan luar biasa di Olympus jika itu terjadi.

“Hera adalah dewi perkawinan dan kesehatan wanita, tanpa dia kehidupan pernikahan akan begitu kering. Penuh kebencian dan pertengkaran. Hidup orang akan sangat sengsara tanpa berkat dari Hera, termasuk juga orang tuamu! Jika bebas, Hera akan bisa memberikan kesehatan pada ibumu sampai akhir hayatnya kelak.”

“Aku berhutang luar biasa besar pada mereka,” Imbuh Hera. “Tentu saja jika aku dibebaskan aku akan dapat kembali melakukan tugas-tugasku. Tentu jika engkau punya tuntutan lain, aku akan berusaha mengabulkan. Tapi terimalah permohonan maafku.”

“Dan penempaan senjata utama di gunung Olympus, semua besi terbaik, cyclops untuk menolongmu bekerja, apa saja akan menjadi milikmu kapan saja kau menghendakinya!” Tambah Zeus.

“Aku tidak memerlukan apapun dari kalian berdua, “ Dengus Hephaestus sebal. Dia diam sejenak menimbang-nimbang. Tidak ada yang lebih disukainya daripada menyenangkan hati Tethis. Kemudian hatinya menjadi tetap.

Mendadak dia beranjak meninggalkan Zeus dan Hera. Pada saat yang bersamaan Hera menjerit, sulur-sulur di lengannya mengendur! Dia akhirnya bebas!

--

Sudah malam saat tiba di bumi. Tethis menyambutnya di pintu rumah dengan lega, memberikannya pelukan hangat. “Kemana saja kau naak! Ibu mencari-carimu seharian. Beginilah kalau Dyonisus datang, semua pesta mabuk-mabukan itu membuat kacau saja. Makan malam sudah siap dari tadi.”

“Aku ada urusan sebentar Ibu, mengurus hutang lama yang belum juga dibayar.”

“Ah? Tapi sudah beres ‘kan semua?”

“Beres bu!” Senyum Hephaestus.

Dia lalu menggandeng Ibunya masuk kedalam rumah yang hangat itu dengan lega dan gembira. Disinilah tempat dimana dia seharusnya berada.



Giiitchuuuu! ^_^


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manga Bela Diri Jadul Favorit

Yakuza, Organisasi Kriminal yang Menjaga Etika

Seri 12 Dewa Olympus 6 : Apollo, Dewa Tampan Serba Bisa