|
Pixabay/Minimalism |
Gaya hidup minimalis untuk saya datang secara alami. Saya teringat waktu saya pertama kali memutuskan untuk mengontrak rumah. Suatu keputusan cukup besar untuk saya yang tidak suka komitmen jangka panjang dalam bentuk apapun.
Dari anak kost yang terbiasa menghemat tempat dengan satu kamar plus kamar mandi, waktu pindah kontrakan mendadak saya punya 2 kamar tidur, ruang tamu plus ruang keluarga (yang kemudian saya jadikan ruang kerja), dapur plus ruang cuci baju dan tentusaja, kamar mandi.
Saya merasa begitu diberkahi dengan banyaknya ruang-ruang itu, meskipun sebenarnya rumah kontrakan itu hanya tipe 36m2 saja. Saya anak yang lahir di Sumatera Selatan, terbiasa dengan ruang-ruang yang luas, sehingga saat merantau ke Bandung dan Jakarta untuk sekolah dan bekerja, tidak ada yang lebih menyiksa bagi saya daripada ruang-ruang yang sempit dijejali dengan barang-barang. Juga tetangga yang terlalu berdekatan sehingga segala gerak gerik dan perkataan masing-masing bisa terdengar.
Saking bahagianya saya punya ruang ekstra, saya menjadi sangat berhati-hati dan penuh perhitungan saat memasukkan barang. Berbekal pengalaman menghemat ruang saat masih jadi anak kos bertahun-tahun saya memutuskan untuk memasukkan sedikit saja barang. Itu pun harus yang ukurannya seramping mungkin.
Saudara-saudara saya yang datang berkunjung mengira saya begitu miskin karena saya tidak mau membeli kursi tamu, sofa, dan hanya membeli bed yang ukuran single untuk kamar tidur saya. Malah ada yang menjauhi saya, karena mengira akan tertular kusta kemiskinan saya. Hahahah..
Meski akhirnya saya menyerah juga dan membeli sebuah sofa yang ramping, karena tidak tega melihat salah seorang tante saya yang punya masalah dengan kakinya bersusah payah duduk bangku lipat yang keras. Tetapi tetap saja saya sangat berhati-hati saat membeli barang baru, agar tidak menyita tempat.
Meskipun demikian berhati-hati, dengan berjalannya waktu, terakumulasi pula benda-benda yang perlahan-lahan memenuhi seluruh penjuru rumah saya. Mulai dari lipstik yang dari dua buah tanpa terasa jadi 12 buah, demikian juga alat makeup yang lain. Baju yang dulu harus muat dalam satu lemari baju kost yang kecil sekarang berdesak desakan dalam satu kamar sendiri. Sepatu, tas, bahkan persediaan makanan membuat rumah kecil saya mulai terasa sempit.
Demikian juga barang-barang yang rusak karena saya membeli barang yang murahan dan sederhana, atau ternyata tidak pas dengan ukuran atau selera saya, kemudian menumpuk. Karena saat saya terpaksa membeli barang baru, entah kenapa saya tidak segera membuang mereka.
Misalnya celana jeans kesempitan yang saya janjikan dalam hati akan muat SEGERA setelah diet yang saya jalankan berhasil (meskipun tidak pernah berhasil) atau lemari yang sudah reot tapi sayang untuk dibuang, karena pasti tidak ada yang mau menampung sehingga malah saya jejalkan saja dirumah. Akhirnya beberapa kali saya terpaksa melakukan pembersihan besar-besaran dengan begitu banyak barang yang harus saya buang.
Setelah beberapa kali melakukan pembersihan, saya jadi terpikir. Bagaimana saya mencegah agar hal mubazir seperti membuang-buang barang ini kembali terjadi?
Setelah berkali-kali bereksperimen dan juga setelah meriset (baca: menggoogle) pengalaman guru-guru minimalis. Berikut hal-hal yang bisa saya terapkan sendiri :
1. Beli barang berkualitas tinggi
Sebisa mungkin, sejauh dompet anda mengizinkan, hanya beli barang-barang yang terbaik, yang tahan menghadapi perlakuan yang cukup kasar. Meski tidak selalu, tapi biasanya barang berkualitas baik biasanya bermerk dan agak mahal.
Diluar dugaan, mencari barang yang berkualitas tinggi saat ini cukup sulit. Orang kebanyakan menjual barang dengan harapan akan bisa segera menjual lagi kepada orang yang sama. Seperti baju, meski terlihat indah, tapi lebih cepat terlihat kusam sehingga harus membeli baju lagi.
2. Membeli persis sesuai selera dan kebutuhan saat itu.
Karena seorang minimalis akan memakai barang yang sama berulang-ulang. Maka sangat mengesalkan memakai barang yang kurang pas dengan selera.
Hanya karena brand tertentu sedang sale atau karena tidak ada stok, maka terkadang kita membeli barang yang tidak kita sukai warna dan bentuknya. Atau bahkan ukurannya.
Seperti misalnya saat membeli sepatu, terkadang setelah deal harga dan ukuran, ternyata hanya ada warna hitam ketimbang coklat yang kita sukai. Kadang kita tetap membeli, apakah karena tidak enak pada yang jual atau terlanjur suka dengan modelnya. Tetapi hati terasa panas setiap kali memakai sepatu itu.
Atau pengalaman saya membeli laptop. Karena saya menginginkan laptop ukuran tertentu, akhirnya saya memaksakan membeli laptop dengan spesifikasi yang kurang dari yang saya butuhkan. Akhirnya terpaksa saya berikan pada sepupu saya. Daripada saya ngamuk-ngamuk setiap kali melihat laptop itu.
3. Berikan barang gratisan pada mbak yang jual
Terkadang saat membeli barang, kita mendapatkan bonus item tertentu. Jiwa gratisan kita akan menjerit bahagia saat menerima barang gratisan. Padahal seringkali barang bonus itu hanya barang murahan yang tidak kita perlukan.
Ujung-ujungnya barang itu akan menumpuk, tidak terpakai dan harus repot mencari orang yang bersedia mengadopsi. Atau dipakai sekali lalu rusak, mubazir.
Cara terbaik bagi saya, dari awal langsung berikan pada SPG atau kasir yang menjual barang itu. Barang-barang itu akan jauh lebih berguna bagi mereka. Ini juga akan meningkatkan kebahagiaan belanja. Bahagia karena mendapat barang baru, bahagia karena melihat orang lain senang mendapatkan barang baru.
4. Buang atau habiskan barang lama jika akan membeli yang baru.
Agar baju, sepatu, makeup tidak menumpuk, saya mewajibkan saya membuang atau menyumbangkan yang lama saat membeli yang baru. Ini agak sulit. Terutama untuk makeup. Karena meski saya suka makeup, saya tidak suka sering-sering memakainya. Sehingga seolah tidak akan pernah habis, sementara saya ingin sekali membeli yang baru.
Tetapi setiap kali saya membeli sepatu atau baju yang baru, maka saya harus memilih item yang sejenis untuk dibuang atau diberikan pada orang lain. Tentu saja sebelumnya saya sudah menentukan berapa jumlah yang harus saya pertahankan.
Dengan demikian kita akan selalu berusaha membeli barang yang lebih baik atau setara kualitas dan bentuknya dengan yang sudah kita miliki. Dan tidak akan ada barang yang menganggur tidak terpakai memenuhi ruangan.
Demikian juga dengan makanan. Habiskan dulu yang ada. Jangan berpikir : ah tanggung, sebentar lagi juga habis. Atau nanti saja, sedang tidak mood makan ini itu. Jika memang tidak ingin, berikan saja kepada orang lain.
5. Secara berkala melakukan pembersihan
Terkadang meski kita sudah berhati-hati untuk tidak menimbun barang, entah kenapa akhirnya tahu-tahu sudah banyak menumpuk. Karena itu harus dijadwalkan, apakah setahun sekali atau enam bulan sekali. Bersih-bersih lah.
Hati-hati agar jangan sampai membuang barang-barang penting karena terlalu bersemangat. Tips untuk melakukan pembersihan barang ala minimalis bisa digoogle dibanyak tempat.
6. Jangan pedulikan omongan orang
Terkadang seorang minimalis akan diolok-olok karena tidak punya banyak barang. Muncul rasa ego ingin membuktikan : Gue juga mampu kalau segitu doang!
Jangan pedulikan. Nanti malah menumpuk barang hanya untuk dikagumi orang lain, sementara hati terasa sesak karena barang dimana-mana.
Saya tidak selalu bisa menjalankan semua tips diatas. Tetapi saya berusaha sebisanya. Hidup dengan ruang yang lapang, hatipun terasa lapang.
Selamat mencoba!
Komentar
Posting Komentar