Posting Terbaru

Mengenang Peristiwa yang Saya Alami di Desember Bertahun Lalu

Gambar
Saya pernah dibuli dengan hebat di Desember 2019, karena saat itu saya mempertanyakan kenapa setiap saya masuk mall, mendadak suaranya dikeraskan. Saat itu kebetulan natal, dan saya dianggap mengeluhkan lagu Natalnya, dan bukan suara yang dikeraskan. Dan karena saya berhijab, dinegara dimana orang berhijab seringkali dituduh sebagai intoleran oleh para Islamophobic, maka saya langsung difitnah besar besaran. Sungguh lucu di negara yang katanya penganut muslim terbesar, tapi seorang muslim tidak bisa sama sekali bersuara. Bahkan saat dilecehkan oleh operator. Kata rasis dan Islamophobic seperti Kadrun, bertebaran menghina hijab saya. Bahkan sampai sekarang banyak artikel penulis murahan, yang isinya menguliahi saya dengan penjelasan yang tidak masuk akal mengenai keluhan saya. Padahal penjelasannya sederhana saja, yang di cuitkan oleh satu netizen yang saya rephrase :  "Ada kode khusus dikalangan retail shop/mall, jika ada kejadian tertentu, seperti ada pengunjung yang diduga akan

Ibu Pekerja yang rentan Burnout


Pixabay/Conflict
Tidak ada yang lebih dibenci oleh ibu-ibu yang bekerja ketimbang lajang yang hidup bebas dan bisa seenaknya. Itulah sebabnya mereka terus membuli, mengejek para lajang atau setidaknya menyindir (‘kapan kawin?‘), untuk menutupi rasa kesal dan iri mereka. Karena mereka sendiri sudah kehabisan tenaga alias Burnout.

Sepulang kerja, mereka masih harus mengurus anak, melayani suami, mengelola rumah tangga. Apalagi jika tidak punya pembantu (yang semakin sulit didapatkan akhir-akhir ini). Ingin rebahan sejenak, tapi anak menangis atau bertengkar menjerit-jerit.

Akhir minggu, dimana para lajang bisa tidur-tiduran atau jalan-jalan dengan relaks seharian, para ibu yang bekerja justru harus menyiapkan kegiatan bersama keluarga, atau melakukan kegiatan lain yang intens dengan anak-anak terutama sebagai kompensasi rasa bersalah karena sudah ‘meninggalkan’ anak-anak di hari kerja.

Rasa capek, secara fisik dan mental yang terus menerus bisa jadi membuat seorang Ibu yang bekerja akhirnya burnout, sehingga sudah kehabisan tenaga baik ditempat kerja maupun dirumah.

Burnout itu 100% Normal. Hampir semua orang pernah mengalami burnout, bahkan saya yang lajang dan bebas pun pernah, terutama dibidang pekerjaan. Tapi burnout saya hanya mempengaruhi diri saya sendiri, dan saat itu saya masih bisa menyelesaikan pekerjaan kantor dengan baik, sehingga karir saya tidak sampai terganggu meski hubungan dengan sesama teman kantor memburuk.
Sedangkan ibu pekerja merupakan pusat dari rumah tangga. Bayangkan. Di kantor dicecar berbagai tanggung jawab, di rumah menghadapi keluhan, tangisan, pertanyaan, perdebatan dari anak-anak dan suami. Bosan, lelah, kesal, jemu, terus menumpuk. Sampai titik burnout datang.
Burnout bisa mewujud dalam bentuk yang berbeda-beda untuk setiap orang. Bisa dalam bentuk penyakit fisik, seperti kena penyakit lambung atau usus, sakit kepala terus menerus atau migrain dsb.

Bisa juga dalam tingkah laku sehari-hari. Menjadi mudah marah dan meledak bahkan untuk urusan sepele, seperti sudah menjelaskan berkali-kali tapi anak masih mengulangi bisa membuat si ibu marah sampai teriak-teriak histeris.

Atau seolah menjadi robot, tidak mampu lagi berinteraksi secara emosional. Bangun, menyiapkan sarapan, siap-siap kerja, berangkat, bekerja, pulang, nonton tv, tidur. Berulang-ulang dilakukan tanpa ada semangat, tanpa ada keinginan bercakap-cakap lebih dari sekedar basa basi.

Bahkan ada yang diam-diam menjadi benci dan marah, pada suami, pada anak, pada teman sekantor, terutama pada lajang-lajang yang menyebalkan dengan segala kehidupan mereka. Lalu setelah itu merasa bersalah. Terutama jika pada anak. Kok bisa-bisanya membenci anak padahal mereka lahir justru karena keinginan si Ibu sendiri?

Yang burnoutnya sudah parah tidak terobati biasanya akhirnya akan memutuskan hubungan emosional dengan orang-orang sekitarnya. Mengasingkan diri meskipun masih berada disekeliling mereka.

Ada ibu-ibu yang sampai tidak menjawab lagi saat diajak mengobrol bahkan oleh anak-anak mereka sendiri. Mereka hanya mau berbaring atau duduk memandang hampa, tidak peduli dengan sekelilingnya. Lama-kelamaan tidak lagi mau mengerjakan pekerjaan rumah. Tidak peduli lagi tentang suami. Burnout yang begitu parah sampai habis ludes kapasitas emosionalnya.

Pixabay/Ignore

Seorang yang burnout biasanya :
  • Mempertanyakan pilihan hidupnya. Terus menerus bertanya pada diri sendiri, kenapa saya mau susah-susah bekerja? Kenapa kok saya mau kawin dan punya anak? Kenapa kok saya tidak bahagia dengan semua ini? Jangan-jangan saya salah pilih?
  • Berpikir bahwa pengorbanan tidak sebanding dengan hasilnya. Timbul rasa kesal, kok saya sudah capek-capek mengurus anak tapi anak-anak tidak bisa membalas dengan setimpal? Kok tiap hari ke kantor hasilnya hanya segini saja?
  • Berpikir bahwa hidup jadi monoton. Terasa tidak ada perkembangan, baik dalam pikiran, penampilan, dan kehidupan secara keseluruhan. Teringat pengalaman yang banyak saat kuliah dulu, bisa travelling, punya banyak kenalan baru. Sementara setelah menikah dan bekerja yang ada hanya kantor-rumah-kantor-rumah saja.
  • Seolah sudah kehabisan waktu untuk menggapai cita-cita, terutama dalam karir. Karena rasanya monoton, tidak tahu lagi harus melakukan apa supaya bisa melangkah lebih jauh.
  • Merasa yakin, ada kehidupan yang lebih baik dari yang dijalani sekarang.
Hal nomor satu yang harus dilakukan bagi mereka yang mengalami burnout adalah menyediakan waktu dan tenaga untuk mengurus diri sendiri. Mencintai dan recharge diri sendiri supaya bisa kembali bisa produktif dan bahagia. Ini bisa jadi berbeda untuk setiap orang.

Ada yang cukup dengan liburan dua minggu sendirian ke Lombok, relaks, lalu bisa kembali seperti semula. Ada yang bisa dengan ikut retreat, bergabung dengan kegiatan religius dan meminta kekuatan lebih dari Tuhan YME. Ada juga yang bisa sampai berbulan-bulan baru bisa sembuh dengan terapi psikolog. Ada yang terpaksa sampai bercerai atau berhenti dari pekerjaannya.

Tapi ada juga yang menanganinya dengan cara yang salah, seperti menumpulkan perasaan dengan alkohol atau malah menggunakan obat-obatan yang memacu semangat. Tentu saja cara seperti tidak disarankan.

Beberapa hal sederhana yang mungkin bisa dilakukan oleh para Ibu :

Minta tolong, berbagi tugas dengan suami, teman kantor, menambah asisten rumah tangga. Suami bisa diajak berdiskusi dan dijelaskan bahwa secara mental, Anda sudah tidak sanggup lagi menanggung semua beban ini.

Cari tahu apa yang bisa membuat anda bersemangat lagi. Tidak semua orang merasa segar dengan pergi berlibur dan keluyuran ketempat wisata. Ada yang senang mengurung diri dikamar tanpa terganggu siapapun selama berhari-hari. Ada yang senang datang ke pengajian atau ke persekutuan yang menyegarkan rohani. Ada yang senang jika menghadiri pesta beramai-ramai. Ada yang merasa semangat saat mempelajari hal yang baru. Jadi temukan kunci refreshing anda. Dan lakukan secara berkala.

Lindungi waktu pribadi sekuat tenaga. Jangan mengalah maupun merasa bersalah saat menolak mereka yang akan menyita waktu istirahat anda. Mungkin ini terkesan egois, tetapi tanpa istirahat yang cukup, kelak resiko yang lebih besar terpaksa dihadapi. Jadi jika anak menangis meraung-raung, serahkanlah pada suami, tentu setelah ada diskusi mengenai burnout yang anda alami sebelumnya.

Investasikan waktu anda untuk melatih anak untuk bisa disiplin dan mandiri sejak kecil. Memilih baju, merapihkan kamar, belajar sendiri. Bahkan hal-hal seperti mengikat tali sepatu dan menggosok gigi sendiri. Jika mereka mandiri, maka saat anda memerlukan me time, mereka tidak akan mengganggu anda untuk urusan sepele.

Jangan menghukum diri terlalu keras jika anda sampai gagal. Jangan pedulikan saat anda dikritik sebagai egois oleh mereka yang tidak mengerti. Mengeluhlah dan kecewa itu boleh, tapi ampuni diri anda sendiri, dan percaya pada diri sendiri bahwa dunia tidak akan kiamat jika anda berbuat salah.

Selamat hari senin!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manga Bela Diri Jadul Favorit

Yakuza, Organisasi Kriminal yang Menjaga Etika

Seri 12 Dewa Olympus 6 : Apollo, Dewa Tampan Serba Bisa