Posting Terbaru

Mengenang Peristiwa yang Saya Alami di Desember Bertahun Lalu

Gambar
Saya pernah dibuli dengan hebat di Desember 2019, karena saat itu saya mempertanyakan kenapa setiap saya masuk mall, mendadak suaranya dikeraskan. Saat itu kebetulan natal, dan saya dianggap mengeluhkan lagu Natalnya, dan bukan suara yang dikeraskan. Dan karena saya berhijab, dinegara dimana orang berhijab seringkali dituduh sebagai intoleran oleh para Islamophobic, maka saya langsung difitnah besar besaran. Sungguh lucu di negara yang katanya penganut muslim terbesar, tapi seorang muslim tidak bisa sama sekali bersuara. Bahkan saat dilecehkan oleh operator. Kata rasis dan Islamophobic seperti Kadrun, bertebaran menghina hijab saya. Bahkan sampai sekarang banyak artikel penulis murahan, yang isinya menguliahi saya dengan penjelasan yang tidak masuk akal mengenai keluhan saya. Padahal penjelasannya sederhana saja, yang di cuitkan oleh satu netizen yang saya rephrase :  "Ada kode khusus dikalangan retail shop/mall, jika ada kejadian tertentu, seperti ada pengunjung yang diduga akan

Kenapa Makin Banyak Lajang Tidak Ingin Punya Anak?

Pixabay/Freedom
Saya kadang berpikir, alam semesta itu akan selalu kembali pada titik keseimbangan. Seperti dengan jumlah manusia yang sudah terlalu banyak, yang sekarang sudah mencapai 7 miliar jiwa, sekarang diimbangi dengan para Lajang yang tidak menginginkan anak.

Tidak hanya para lajang, bahkan dibanyak negara, mereka yang sudah menikah pun banyak yang memilih untuk tidak punya anak biologis. Mereka lebih suka mengadopsi anak, atau malah hanya memilih untuk punya binatang peliharaan.

Sekitar 20% wanita di Inggris, Amerika, dan Australia memilih untuk tidak mempunyai anak biologis. Bahkan dengan sadar meminta untuk disteril sehingga selamanya tidak akan punya anak biologis.

Hidup tanpa anak dimungkinkan dengan jaminan hari tua yang lebih baik dari pemerintahan mereka. Sehingga mereka tidak takut bahwa kelak dihari tua tidak akan ada yang mengurus.

Di negara berkembang dan negara miskin, jaminan seperti ini bisa dikatakan tidak ada. Inilah kenapa mereka masih berkembang biak begitu pesat, mengharapkan agar setidaknya salah satu anaknya akan merngurus mereka dihari tua.

Ini cukup mengkhawatirkan bagi banyak negara yang tingkat regenerasinya jadi drop terlalu jauh, sehingga akhirnya mereka memberikan banyak insentive agar banyak pasangan mau memiliki anak.

Australia memberikan 6000 usd untuk biaya perawatan bayi ditahun pertama. Jerman membayarkan cuti hamil 35.000 usd. Demikian pula di Swedia dan Jepang. Bahkan dibeberapa daerah di Tiongkok, terutama dipedesaan, diberikan insentif untuk melahirkan anak ke-2.

Tetapi tetap saja orang-orang sedikit meringis saat seorang lajang mengatakan : “Saya selamanya tidak ingin punya anak.” Bahkan di Amerika sekalipun, banyak dokter menolak atau setidaknya mempersulit para lajang yang meminta prosedur sterilisasi permanen. Bahkan pasangan yang sudah menikah pun akan kesulitan meminta sterilisasi ini, jika mereka belum punya anak. Sungguh ajaib!

Yang tersulit bagi para lajang tanpa anak ini adalah saat menghadapi pasangan yang sungguh-sungguh ingin punya anak biologis, tetapi tidak bisa karena mandul. Biasanya mereka dianggap menghina dan menyia-nyiakan anugerah rahim yang subur, padahal begitu banyak orang (eg : diri mereka sendiri) begitu ingin punya anak.

Tetapi ternyata lajang yang tidak menginginkan anak, atau setidaknya anak biologis yang dilahirkan sendiri ini semakin banyak. Ini karena :

Anak bisa diadopsi
Jaman dulu, anak adopsi bagaikan aib. Karena seolah menunjukkan betapa gagalnya seseorang (terutama wanita) untuk memproduksi seorang anak. Seolah, kalau anak tidak membrojol dari rahim sendiri, dikhawatirkan ada semacam ‘gen’ yang tidak nyambung. Tidak melanjutkan ‘darah’ sendiri.

Jaman sekarang, dengan begitu banyak anak terlantar yang bisa diadopsi, disayangi bagai lahir dari rahim sendiri. Pandangan orang sudah jauh berubah. Memberikan rumah, kebahagiaan, kasih sayang dan kesejahteraan bagi anak-anak malang ini, jauh dirasa lebih memberi kepuasan batin ketimbang melahirkan anak sendiri.

Toh tidak ada jaminan melahirkan anak sendiri bisa menghasilkan anak yang sempurna sesuai kemauan kita. Bisa jadi anak yang kita lahirkan ternyata memiliki cacat bawaan, karakter yang tidak sesuai, dan sebagainya.

Bahkan sekarang banyak orang yang sudah memiliki anak sendiri, menambah anak dengan cara adopsi.

Tidak mau perubahan gaya hidup
Kebanyakan mereka yang sengaja memilih hidup melajang biasanya sudah cukup puas dengan gaya hidupnya. Mereka mengenal dirinya sendiri, karakter dan temperamen mereka. Dan menyadari, jika mereka punya anak, kehidupan mereka harus berubah. Mereka harus menyesuaikan kembali kehidupan mereka yang nyaman dengan kehidupan anak mereka.

Saat ini bagi banyak orang, anak bukanlah satu-satunya hal yang bisa membahagiakan mereka. Hobi, karir, karya seni, menjadi aktivis, bisa menjadi hal-hal yang bisa jauh lebih membahagiakan mereka ketimbang punya anak.

Orang berpikir, sungguh egois mereka yang tidak mau mengorbankan gaya hidupnya demi anak. Padahal justru pikiran seperti inilah yang sangat egois, karena akan lahir anak-anak yang terpaksa menanggung beban seumur hidup karena dilahirkan oleh orang tua yang merasa terpaksa mengubah dirinya dan kehidupannya demi anak itu.

Karakter yang tidak keibuan/kebapakan
Ada orang-orang yang memang tidak cocok untuk menjadi ibu atau bapak. Bisa jadi karena dia sangat temperamental, egois, berkepribadian abusive, atau memang tidak suka anak-anak.

Punya anak itu bukan sehari-dua hari, melainkan tugas seumur hidup. Dan tidak semua orang mampu melakukannya dengan baik, bahkan dengan bantuan keluarga besar atau pembantu sekalipun.

Untuk laki-laki lebih mudah dalam kehidupan patriarkis kita. Tidak berminat pada anak, tinggal diserahkan pada sang ibu lalu dia keluyuran entah kemana. Tidak akan ada yang terlalu mempertanyakan, selama uang bulanan lancar. Berbeda dengan wanita, yang dianggap paling bertanggung jawab dalam membesarkan anak.

Saat saya melihat kasus anak-anak diterlantarkan, sementara Ibu bapaknya sibuk sendiri. Atau mendapatkan KDRT dari orang tuanya, saya sering berpikir, kalau saja sang orang ini dulu memilih untuk tidak punya anak, tentu tidak lahir anak-anak malang ini. Tetapi saat ini norma di Indonesia masih mengharuskan orang untuk punya anak. Suka ataupun tidak.

Punya anak sangat mahal Tentu orang muslim akan menolak konsep ini, karena prinsip tiap anak ada rezekinya. Tetapi tetap saja kenyataannya, punya anak jaman sekarang sangat mahal. Orang harus bekerja jauh lebih keras lagi untuk memberi sandang, pangan, papan, hiburan secara terus menerus, sampai sang anak dewasa.

Banyak orang dizaman modern ini merasa tidak ingin dan tidak sanggup melakukannya. Mereka tidak mau sang anak kelak hidup susah karena sang orangtua tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Tidak mau membebani alam
Banyak orang tidak mau punya anak karena bumi sudah begitu penuh, dan kerusakan alam demi memenuhi kebutuhan hidup manusia terjadi dimana-mana. Orang-orang idealis ini merasa, menyumbangkan satu mulut lagi yang akan makin merusak bumi ini, adalah suatu tindakan yang sangat tidak adil kepada alam semesta.

Kalaupun orang-orang seperti ini sampai mau punya anak, hampir bisa dipastikan anaknya adalah hasil adopsi. Jadi tetap menyelamatkan bagian dari alam.

--

Terkadang banyak orangtua jadi merasa kesal pada lajang tanpa anak seperti ini. Seolah pilihan mereka adalah suatu sindiran pada diri mereka sendiri. Atau setidaknya menolak untuk percaya. Merasa tidak mungkin orang berbahagia, jika memilih jalan hidup yang berbeda dengan diri mereka.

Atau lalu merasa curiga, jangan-jangan orang ini benci pada anak-anak? Yah, mungkin saja. Tapi sebetulnya ini jarang sekali.

Para Lajang yang memilih untuk tidak punya anak, tetap orang yang biasa saja, sama seperti sebelumnya. Hanya mereka punya prioritas hidup yang berbeda dengan mereka yang menginginkan anak. Dan mereka bersikap jujur dengan prioritas hidup mereka itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manga Bela Diri Jadul Favorit

Yakuza, Organisasi Kriminal yang Menjaga Etika

Seri 12 Dewa Olympus 6 : Apollo, Dewa Tampan Serba Bisa